REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banjir yang menerjang Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) tidak bisa dianggap sepele. Lima kecamatan seantero Kota Bima kini tinggal timbunan lumpur.
Pemerintah Kota Bima bahkan menyebut, 90 persen area Kota Bima tenggelam. Luasnya area terdampak menyebabkan membludaknya jumlah pengungsian. Salah satu relawan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Andi mengatakan, tak kurang dari 104 ribu jiwa pengungsi tersebar di sejumlah titik. Mulai dari Masjid kota, rumah tingkat, sekolah dasar, sekolah kejuruan, sampai gudang pupuk.
Menurut dia, tak sepanjang hari pengungsi banjir Bima berdiam dalam titik ungsi. Sudah dua hari terakhir, Sejak Sabtu (24/12) warga di pengungsian akan kembali ke rumah masing-masing setelah kumandang azan subuh. "Mereka akan berjibaku dengan tumpukan lumpur dan sampah. Mengais kembali sisa barang yang masih tersisa. Mencoba menghidupkan lagi kulkas, televisi, mesin cuci dan sepeda motor, meski barang berharga itu sudah terbenam lumpur banjir lebih dari dua hari," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Selasa (27/12).
Jelang malam, titik ungsi tetap menjadi lokasi untuk beristirahat. Sampai Ahad (25/12) sore, rumah-rumah di sepanjang jalan Kota Bima nyaris tidak ada yang layak untuk ditinggali. Pasalnya listrik belum menyala, air bersih sulit didapat, lumpur pun masih menumpuk di dalam rumah.
Jumlah pengungsian belum berkurang, otomatis pasokan pangan di titik ungsi tidak bisa diputus. Kebutuhan pangan tetap tinggi sampai dengan hari kelima pascabanjir. "Dapur di dalam rumah sudah tidak ada apa-apa lagi, lumpur semua. Bagaimana mau masak," keluh salah satu korban banjir, Supono (60).
Mengingat pangan siap saji masih sangat dibutuhkan, Tim Disaster Emergency Response ACT rutin menyiapkan ratusan bungkus makanan. Sehari setelah banjir besar, Sabtu (24/12), tim bergerak menyisir titik pengungsian, menjangkau warga korban banjir di jam sarapan pagi. Selain nasi dan lauk, paket susu juga biskuit diberikan untuk anak-anak.
Nasi, lauk ayam, telur dan sayuran spesial jadi menu setiap pagi. Ratusan paket itu sudah disiapkan sejak subuh. “Karena Kota Bima masih lumpuh, makanan matang untuk sarapan ini dibeli dari Kabupaten Bima. Ratusan bungkus kami bawa sejak subuh, dari Kabupaten langsung ke Kota,” kata Andi.
Untuk respons banjir Bima, sepekan pertama ACT fokus pada urusan penanganan pertama pengungsi. Kebutuhan pangan, medis, trauma healing, dan air bersih sudah bergulir sejak Sabtu (24/12). Sampai Ahad (25/12) sore Kota Bima masih gelap gulita. Listrik belum juga mengalir, bekas banjir berserak di mana-mana, jadi tanda bahwa Kota ini belum bisa sepenuhnya bangkit.