Sabtu 31 Dec 2016 21:11 WIB

Rawan Korupsi, KPK Minta Kemendagri Supervisi Pengisian Jabatan di Pemda

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Budi Raharjo
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Kementerian Dalam Negeri mengawasi proses pengisian jabatan dan rotasi di Pemerintahan Daerah. Hal ini menyusul tangkap tangan KPK terhadap Bupati Klaten, Jawa Tengah, Sri Hartini, karena terlibat suap 'jual beli' pengisian jabatan di Pemkab Klaten.

"Kami mohon Kemendagri memperhatikan serius tentang pengangkatan posisi-posisi tertentu sebagaimana yang diamanatkan PP 18/2016 tentang perangkat daerah, karena banyak sekali formasi2 baru baik promosi atau mutasi," kata Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (31/12).

Menurut Syarif, pengisian dan penempatan jabatan di struktur pemerintah rawan terjadi suap jika sistemnya tidak terbuka dan transparan. Karena itu, ia juga meminta Kemendagri mensupervisi daerah terkait penempatan orang-orang tersebut.

"Kami harap penempatan orang-orang di posisi tersebut melakukan sistem assessment dengan transparan jangan asal tunjuk atau berapa jumlah setoran dari orang yang ingin menempati jabatan tersebut," kata Syarif.

Syarif juga memperingatkan Pemda-pemda lain agar tidak melakukan hal yang sama seperti halnya di Klaten. Hal ini karena, KPK menengarai kemungkinan praktik jual beli pengisian jabatan tidak hanya di Klaten, namun juga daerah-daerah lain. Pasalnya, PP 18/2016 juga mengatur perihal adanya formasi-formasi baru di daerah.

"KPK akan lakukan koordinasi dengan tim Saber pungli terkait jual beli jabatan karena bukan hanya di Klaten, tapi juga di daerah lain dan kalau masyarakat ada mengetahui membayar pejabat untuk jabatan tertentu tolong laporkan ke Dumas KPK atau tim saber pungli," kata Syarif.

Sebelumnya, KPK resmi menetapkan Bupati Klaten, Jawa Tengah, Sri Hartini (SHT) sebagai tersangka penerima suap pasca tangkap tangan pada Jumat (30/12) kemarin. Bersama dengan itu, KPK juga menetapkan seorang PNS Kabupaten Klaten, Suramlan (SUL) sebagai tersangka.l pemberi suap.

Keduanya merupakan bagian dari delapan orang yang diamankan pada tangkap tangan. Yakni empat PNS lainnya Nina Puspitarini (NP), Bambang Teguh (BT), Slamet (SLT) dan Panca Wardhana (PW) serta dua swasta Sukarno (SKN) dan Sunarso.

Kronologi penangkapan kepada delapan orang tersebut diawali dengan penangkapan kepada Sukarno di kediamannya dimana tim mengamankan uang Rp 80 juta. Kemudian, 15 menit berselang, tim menuju rumah dinas Bupati Klaten mengamankan tujuh orang lainnya.

"Dari rumah dinas diamankan uang sekitar Rp 2 miliar, dalam pecahan rupiah dan valuta asing, ada 5.700 dolar AS dan 2.035 dolar Singapura," kata Syarif.

Pemberian suap berkaitan dengan pengisian, promosi dan mutasi jabatan di Pemkab Klaten. Namun dari delapan orang, enam orang lainnya sementara saat ini masih berstatus sebagai saksi.

Atas perbuatannya, KPK menetapkan Sri Hartini sebagai penerima suap dan disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 65 ayat 1 KUHP

Sementara Suramlan sebagai pihak pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 ‎huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement