REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kenaikan harga jasa pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilik Kendaran Bermotor (BPKB) yang dilakukan pemerintah menuai banyak kecaman. Kenaikan tersebut dianggap tidak sesuai dan akan memberatkan masyarakat yang mayoritas menggunakan kendaraan untuk kegiatan sehari-hari.
Pengamat kebijakan publik, Riant Nugroho mengatakan, setiap pajak yang dibayarkan oleh masyarakat memang harus ada kompensasinya. Masyarakat harus mendapatkan kebaikan dari apa yang mereka bayarkan.
Meski demikian, tidak semua hal bisa dilakukan dengan cara itu. Seperti kenaikan harga pengurusan STNK dan BKPB yang disebut bisa untuk perbaikan sistem dari offline menjadi online, sebenarnya bisa dijalankan tanpa terlebih dulu menarik uang dari pengguna kendaraan bermotor.
"Pemerintah sekarang itu harus care. Kalau memang mau naik, perbaiki dulu fasilitasnya baru dinaikan, jangan dinaikan dulu baru diperbaiki," kata Riant, Jumat (6/1).
Menurut Riant, pemerintah harus mengganti dasar pemikiran agar bisa memberikan pelayanan yang lebih ekstra memuskan. Ketika hal itu bisa dijalankan, maka masyarakat tidak akan keberatan untuk membayar kompensasi tersebut.
Sayangnya, belakangan ini pemerintah membuat kebijakan yang terlihat tidak peduli dengan warganya. Banyak kebijakan seakan tidak memperdulikan masyarakat, sehingga asal mengeluarkan kebijakan dan dijalankan.
Menurut dia, dengan adanya sistem online yang dijalankan maka akan ada efisiensi yang didapat oleh kepolisian. Efisiensi ini seharusnya bisa membuat sistem pembayaran bisa lebih murah dan mudah. "Pungli bisa bilang, efisiensi naik, dan harga bisa turun," kata Riant.