REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara Raoul Adhitya Wiranatakusumah divonis lima tahun ditambah denda Rp 150 juta subsider tiga bulan karena dinilai terbukti menyuap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Santoso.
"Menyatakan terdakwa Raoul Adhitya Wiranatakusumah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa selama lima tahun ditambah denda Rp 150 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama tiga bulan," kata ketua majelis hakim Ibnu Basuki Widodo dalam sidang pembacaan vonis di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (9/1).
Vonis itu berasal dari dakwaan subsider yaitu pasal 5 ayat 1 huruf b UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Putusan itu lebih rendah dibanding dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang menutut agar hakim memvonis Raoul 7,5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan karena terbukti memberi atau menjanjikan uang sejumlah 25 ribu dolar Singapura kepada dua hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya dan 3.000 dolar Singapura untuk Santoso sesuai dengan dakwaan pertama dari 6 ayat (1) huruf a UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan staf administrasi Raoul yaitu Ahmad Yani divonis tiga tahun ditambah denda Rp100 juta subsider dua bulan kurungan juga berdasarkan dakwaan kedua. Padahal JPU KPK menuntut Ahmad Yani selama 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan.
Majelis hakim tidak sepakat dengan JPU KPK yang menyatakan bahwa sudah ada kesepakatan antara hakim Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya dengan Raoul dan Ahmad Yani agar memenangkan PT Kapuas Tunggal Persada (KTP), Wiryo Triyono dan Carey Ticoalu yang diwakili Raoul dalam perkara perdata melawan PT Mitra Maju Sukses (MMS).
Kesepakatan itu adalah senilai 25.000 dolar Singapura untuk Partahi dan Casmaya dan 3.000 dolar Singapura untuk Santoso. Hakim hanya menilai ada kesepakatan antara Santoso dan Raoul bersama dengan Ahmad Yani untuk penerimaan uang 28.000 dolar Singapura.
"Menimbang bahwa saksi Raoul dalam kesaksiannya menyatakan tidak pernah membicarakan soal pemberian uang kepada hakim Casmaya dan Partahi. Menimbang bahwa memang benar ada kesepakatan antara Raoul Wiranatakusumah dengan Muhammad Santoso yang berencana memberikan uang kepada majelis hakim akan tetapi, hakim meyakini kesepakatan itu terjadi di antara mereka sendiri, dan tidak ada kaitannya dengan hakim," kata hakim Ibnu Basuki.
Hakim juga mempertimbangkan putusan dalam perkara perdata PT KTP dan PT MMS tidak sesuai dengan kesepakatan antara Raoul dengan Santoso. Putusan itu menyatakan gugatan penggugat "tidak dapat diterima", padahal Raoul ingin agar putusan "ditolak".
"Dengan pertimbangan itu, maka tujuan pemberian uang kepada hakim untuk memengaruhi putusan perkara tidak dapat dibuktikan. Sebab, putusan hakim tidak seperti yang diinginkan oleh saksi Raoul maupun terdakwa," tambah Ibnu Basuki.
Atas vonis tersebut JPU KPK menyatakan pikir-pikir, sedangkan Ahmad Yani menerima sementara Raoul juga menyatakan pikir-pikir.