REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON DC -- Presiden Barack Obama, Senin (9/1) menepis anggapan kalau ia mengkhianati Israel di Dewan Keamanan PBB. Anggapan terjadi usai Obama tidak memveto resolusi atas pemukiman ilegal di Tepi Barat dan Yerusalem Timur di Palestina.
Dilansir dari Time of Israel, Selasa (10/1), penolakan itu dikemukakan Obama saat melakukan wawancara dengan salah satu televisi Israel Channel 2. Obama berpendapat, keputusannya tidak memveto karena merasa seorang presiden memang memiliki kewajiban melakukan apa yang dianggap benar.
Dalam kutipan dari wawancara yang disiarkan Senin (9/1) malam, Obama diberikan pertanyaan tentang klaim Israel kalau ia yang telah mengatur resolusi tersebut. Hal itu merupakan kelanjutan dari sikap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang menuduh resolusi merupakan taktik anti-Israel.
"Tidak, saya akan jujur dengan anda, itu seperti hiperbola, jenis anggapan seperti itu tidak memiliki dasar fakta," kata Obama.
Obama melihat, anggapan yang terus dikemukakan merupakan cara yang dilakukan Israel, untuk membelokan perhatian dari masalah pemukiman. Bahkan, ia menyamakan cara itu seperti yang dilakukan Partai Republik di AS, tetapi sangat tidak cocok dengan fakta-fakta yang ada di lapangan.
"Fakta dari masalah ini adalah kalau saya presiden sampai 20 Januari, dan saya memiliki kewajiban untuk melakukan apa yang saya anggap benar," ujar Obama soal kemungkinan menerapkan resolusi di akhir masa jabatannya sebagai Presiden AS.
Ia menekankan, AS selalu menjaga penuh komitmen untuk Israel, tapi di sisi lain harus senantiasa bersikap kritis, terutama soal hak-hak asasi manusia. Malah, dalam wawancara yang dilakukan di Gedung Putih itu, Obama menuding Benjamin Netanyahu memiliki teman di Gedung Putih selama delapan tahun, tapi tetap tidak mau mengakui.
Hubungan Netanyahu dan Obama memang telah menegang selama bertahun-tahun mereka berkuasa, terutama selama konflik Israel dan Palestina. Selain itu, terdapat sejumlah masalah lain seperti perusahaan pemukiman dan kesepakatan nuklir, yang menyeret Iran dan terjadi pada 2015 lalu.
Abstainnya AS di Dewan Keamanan PBB pada 23 Desember 2016 lalu, telah meloloskan Resolusi 2334 dengan 14 suara berbanding 0 yang mendukung Israel untuk menghentikan pembangunan pemukiman. Tidak menunggu lama, Netanyahu langsung bereaksi dengan memanggil duta besar negara-negara yang mendukung resolusi.