REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pengurus Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Jawa Timur mengumpulkan para pengguna internet (netizen) dalam upaya untuk menangkal berita-berita palsu atau hoax yang marak bahkan hingga memicu konflik. "Kami tidak ingin masyarakat menelannya mentah-mentah dan terjebak dengan pemberitaan palsu," ujar Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi PW GP Ansor Jatim M. Nur Arifin disela "Kopdar" Netizen NU Jatim di Surabaya, Ahad (29/1).
Sebanyak 200 pemuda yang terdiri dari berbagai komunitas pengguna internet dan pengurus Ansor se-Jatim dikumpulkan untuk menyamakan persepsi hingga membentuk sebuah wadah yang menjadi virtual dakwah dan bertugas memantau informasi berkembang. "Kalau ditemukan ada informasi yang mengarah ketidakbenaran maka akan ditindaklanjuti dan segera diluruskan agar masyarakat tahu mana yang benar dan tidak," ucap Wakil Bupati Trenggalek itu.
Dalam kesempatan tersebut, hadir Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Helmy Faishal yang mengaku bangga dan memberikan apresiasi terhadap Ansor Jatim karena telah membentuk tim "cyber" khusus menangkal berita palsu. "Dengan adanya tim ini maka informasi-informasi yang tersebar di sosial media dapat diluruskan. Ini sangat penting agar tak terjadi hal yang tak diinginkan," katanya.
Mantan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal tersebut berpesan ada beberapa hal yang harus dilakukan menyikapi informasi yang tidak jelas sumbernya, yaitu menelis narasi balik, konsolidasi pengguna internet NU agar terintegrasi serta memiliki komitmen berakhlakul karimah.
Sementara Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf yang hadir pada kesempatan tersebut berharap, perkumpulan ini mampu membangkitkan kesadaran masyarakat NU dan masyarakat umum untuk selektif terhadap informasi yang beredar di sosial media. Menurut dia, ada tiga hal yang harus dilakukan menangkal berita tidak benar, pertama menutup situs, kedua adalah membangun kesadaran masyarakat, dan terakhir narasi balik.
"Berdasarkan survei lembaga tertentu, penutupan situs-situs media sosial hanya 30 persen dampaknya sehingga yang terpenting perlu ada kesadaran dari masyarakat dan membuat narasi balik," kata Gus Ipul, sapaan akrabnya. Pria yang juga salah seorang Ketua PBNU ini meyakini ke depan informasi berita palsu tidak akan laku seiring dengan semakin kritisnya masyarakat.