REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) segera memiliki pengadilan arbitrase independen untuk menangani sengketa yang membelit klub dan pemain yang disebut National Dispute Resolution Chamber (NDRC). Wakil Ketua Umum PSSI Djoko Driyono mengatakan semua persyaratan pembentukan NDRC akan selesai sebelum November 2017 dan ditargetkan beroperasi selambat-lambatnya pada 2018.
“Semangatnya adalah bagaimana membangun pemain dan klub sebagai satu unit, demi mengembangkan sepak bola Indonesia," tutur Djoko usai membicarakan NDRC dengan perwakilan Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA), Federasi Pesepak Bola Profesional Internasional (FIFPro) dan Asosiasi Klub Eropa (ECA) di Jakarta, Jumat (10/2).
NDRC, kata Djoko, secara organisasi berada di bawah PSSI. Namun, PSSI tidak memiliki kendali apapun atasnya, layaknya posisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Indonesia. Adapun, para anggotanya berasal dari perwakilan tim dan pemain profesional yang ada di Indonesia, serta pengacara.
Ketua Departemen Hukum PSSI Teguh Maramis mengatakan, nantinya ada tiga sampai lima orang perwakilan dari klub di NDRC dan rentang jumlah yang sama juga berlaku untuk perwakilan pemain dari Asosiasi Pemain Sepak Bola Profesional Indonesia (APPI). “Untuk ketua dan wakil ketua nantinya berasal dari pengacara yang memenuhi kualifikasi. Pemain yang menjadi anggota juga diusahkan berlatar belakang pendidikan hukum," ujar Teguh.
Sengketa yang nantinya ditangani oleh NDRC adalah terkait kontrak pemain di klub, kompensasi latihan (training compensation) atau kompensasi yang diberikan klub ketika mengikat kontrak pemain secara profesional kepada klub di mana pesepak bola dilatih saat masih berstatus amatir di usia muda, serta kompensasi solidaritas yaitu mekanisme penghargaan transfer antarklub. Djoko menegaskan, ketiga hal ini menjadi substansi dasar dari NDRC.
FIFA memang menjadikan Indonesia sebagai satu dari empat negara yang dijadikan proyek percontohan NDRC. Di Asia sendiri hanya ada dua negara yang ditunjuk oleh FIFA membentuk NDRC, yaitu Indonesia dan Malaysia. FIFA menampik anggapan bahwa alasan diadakannya proyek percontohan NDRC di Indonesia adalah karena banyaknya sengketa klub dan pemain. "Ini bukan karena kasus, tetapi kami rasa PSSI memiliki keinginan yang kuat untuk bekerja sama terkait hal ini," ujar Kepala Sepak Bola Profesional FIFA James Johnson.