Selasa 14 Feb 2017 14:15 WIB

Keterangan Ahli Dinilai Semakin Menyudutkan Ahok

Rep: Amri Amrullah/ Red: Ilham
Pedri Kasman.
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Pedri Kasman.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perwakilan Pemuda Muhammadiyah yang melaporkan kasus penodaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, Pedri Kasman mengatakan, persidangan Ahok yang menghadirkan saksi ahli telah memasuki babak baru. Pada sidang sebelumnya dan sidang pada Senin (13/2), keterangan para saksi ahli semakin menyudutkan Ahok.

Pedri mengatakan, di sidang pekan lalu yang menghadirkan ahli agama Hamdan Rasyid dan ahli digital forensik dari Puslabfor Mabes Polri, AKBP Muhammad Nuh Al-Azhar keterangan ahli mengarah pada membenarkan dakwaan kepada terdakwa. Begitupun, saat sidang Senin kemarin yang menghadirkan saksi ahli agama M. Amin Suma dan ahli bahasa Mahyuni.

"Prof Dr Mahyuni sebagai ahli bahasa menyatakan bahwa penggunaan kata 'bohong' bermakna negatif, dia menegatifkan makna positif dari kata lain," kata Pedri kepada Republika.co.id, Selasa (14/2). 

Ia merujuk perkataan saksi ahli kemarin, bahwa kata 'bohong' melekat pada orang yang mengucapkan, orang yang mendengar dan sumber/alat kebohongan itu. Dalam hal ini, surat Al Maidah 51 diposisikan Ahok sebagai sumber/alat kebohongan itu. 

Orang yang mengucapkannya berbohong dan yang mendengar dibohongi. Artinya, jelas bahwa dari sisi bahasa Ahok menyebut ayat Alquran sebagai sumber/alat kebohongan, para ulama dan dai yang menyampaikan berbohong. 

Bahkan lebih keras, Mahyuni dengan analisis keilmuannya menyatakan pernyataan Ahok itu 'pasti disengaja', karena setiap orang berbicara pasti sudah punya konsep sebelumnya. Mental orang yang berbicara itu sudah meyakini penggunaan kata yang dia ucapkan. 

"Ahok sebenarnya melakukan persuasi agar orang memilih dia. Ahli bahasa ini berkesimpulan dengan jelas bahwa ujaran Ahok benar-benar secara eksplisit bermakna penistaan, penodaan, dan penghinaan," ujar Pedri mengikuti keterangan saksi ahli.   

Di sisi lain, ahli agama yang dihadirkan pada sidang pekan lalu Hamdan Rasyid juga tegas mengatakan, tafsir kata 'Auliya' dalam Surah Al Maidah 51 adalah 'Pemimpin'. Jadi ummat Islam dilarang menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin. 

Sekalipun dimungkinkan ada terjemahan lain seperti teman setia, penolong dan sebagainya. Hamdan menegaskan, jika pun diartikan teman setia', maka itu lebih tegas lagi, menjadikan Yahudi dan Nasrani teman setia saja dilarang apalagi jadi pemimpin. 

M. Amin Suma juga berpendapat sama dengan saksi ahli agama ini. Namun, titik poin penting yang ditekankan M Amin Suma adalah kasus ini sebenarnya bukan penafsiran Al Maidah 51, tapi lebih pada pernyataan, "…jangan mau dibohongi pakai surah Al Maidah 51…," dan "….dibodohin gitu ya …." 

"Kalimat itu jelas diucapkan oleh Ahok dan tidak pernah ia bantah sejak persidangan pertama sampai sekarang," kata Pedri.

Terlebih, terang dia, ahli digital forensik dari Puslabfor Mabes Polri, AKBP M. Nuh dengan sangat terang mengatakan bahwa video rekaman pidato Ahok di Kepulauan Seribu tanggal 27 September 2016 itu asli 100 persen. Tidak ada editan sama sekali, tidak ada pemotongan atau pun penambahan.

"Jadi kami melihat sejauh ini fakta-fakta yang terungkap di persidangan dan keterangan ahli makin memperkuat pemenuhan unsur pidana delik penodaan agama yang dilakukan Ahok sebagaimana Pasal 156a huruf a KUHP," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement