Selasa 14 Feb 2017 19:39 WIB

Muhammadiyah Jelaskan Islam Indonesia pada 23 Dubes Uni Eropa

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Agus Yulianto
Duta besar negara di Uni Eropa diterima oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (14/2).
Foto: Republika/ Wihdan
Duta besar negara di Uni Eropa diterima oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (14/2).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah bertemu dengan 23 duta besar (dubes) dari negara-negara Uni Eropa di Gedung PP Muhammadiyah, Jakarta pada Selasa (14/2). Pertemuan mereka dalam rangka mendiskusikan perkembangan Islam di Indonesia dan Eropa serta membicarakan kerja sama dengan Muhammadiyah. 

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, perwakilan Dubes Uni Eropa untuk Indonesia dan 23 dubes dari negara-negara yang ada di Eropa ingin berbagi pandangan dengan Muhammadiyah. Mereka juga banyak bertanya kepada Muhammadiyah tentang kondisi Indonesia dan hal-hal yang berkaitan dengan Islam.

 

Pertama, mereka bertanya kepada Muhammadiyah mengenai perkembangan Indonesia yang terakhir. "Kedua, (mereka) ingin tahu masa depan dan peran Muhammadiyah khususnya umat Islam di Indonesia pada masa setelah ini. Ketiga, menggalang dan menjajaki kerja sama dengan Muhammadiyah," kata Hadear kepada Republika.co.id, usai pertemuan di Gedung PP Muhammadiyah, Selasa (14/2).

Haedar mengatakan, mengenai pertanyaan yang pertama, Muhammadiyah menyampaikan bangsa Indonesia setelah 70 tahun merdeka secara umum bisa hidup dalam pluralistis. Bisa menyerap demokrasi dan hak asasi manusia (HAM) melebihi negara lain.

Bahkan, Indonesia menjadi negara terbesar ketiga yang menganut sistem demokrasi. Masyarakat bangsa Indonesia bisa hidup dalam kemajemukan yang sesungguhnya. Ia menjelaskan, dari Sabang sampai Merauke masyarakat Indonesia bisa hidup dalam keragaman.

"Kita juga sampaikan hidup dalam keragaman seperti ini, dengan penduduk 250 juta tersebar di banyak ribuan pulau, selalu ada masalah. Tapi di negara lain juga ada masalah," ujarnya. Haedar juga menyampaikan kepada dubes dari Uni Eropa, bahwa Muhammadiyah punya pandangan selalu bisa menyelesaikan masalah-masalah yang timbul di negara yang majemuk.

Kemudian, untuk menjawab pertanyaan kedua dari Dubes Uni Eropa, Muhammadiyah menjelaskan, peran Islam di Indonesia menjadi faktor integrasi sosial dan nasional. Ia mengungkapkan, bagaimana mungkin di negara yang mayoritas Muslim, Indonesia bisa menerima Pancasila sebagai dasar negara. Muhammadiyah menyebutnya sebagai Darul Ahdi wa Syahadah, Indonesia negara Pancasila hasil konsensus nasional. Seluruh golongan tidak ada bedanya, yang besar maupun yang kecil.

Kemudian, peran Muhammadiyah di Indonesia timur, contohnya membuat perguruan tinggi. Di Papua, Muhammadiyah punya empat Universitas. "Mahasiswanya juga 90 persen non-Muslim penduduk Papua, kita beri juga pelajaran agama sesuai agamanya masing masing," ujarnya.

Ada pun masalah-masalah yang timbul dinilai karena Indonesia memiliki kekayaan dan kearifan lokal di setiap tempat. Hal tersebut dianggap sesuatu yang wajar dan harus dihadapi. Tapi, masalah-masalah tersebut tidak merusak tatanan kebangsaan di Indonesia.

Dijelaskan Haedar, yang ketiga, dubes dari Uni Eropa membahas kerja sama dengan Muhammadiyah. Mereka tahu Muhammadiyah bekerja di bidang pendidikan, pelayanan kesehatan, dan aktif di isu-isu global seperti perubahan iklim dan perdamaian. Mereka mencoba untuk mengintensifkan kerjasama dengan Muhammadiyah dalam forum dialog. "Kemudian, kerja sama seperti pengiriman dosen dan seminar Internasional untuk membahas masalah global," ujarnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement