REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banjir air laut (rob) yang terjadi akhir pekan lalu di sejumlah wilayah di Jakarta Utara dinilai sudah sangat mengkhawatirkan. Salah satu objek strategis yang terkena banjir rob adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Muara Karang di Jakarta Utara.
Pembangkit berkapasitas 7.900 GWh per tahun tersebut merupakan bagian sistem interkoneksi Jawa-Bali yang memasok energi untuk Ibu Kota Jakarta, termasuk berbagai objek penting seperti Istana Negara dan Gedung MPR/DPR. Ancaman banjir rob akan terus membesar dan tidak bisa dibiarkan. "Pembangunan Tanggul Laut Tahap A sudah mendesak jika kita tidak ingin obyek-obyek vital di Jakarta tenggelam. Ini harusnya sudah 10 tahun lalu dilakukan,” tegas Emmy Hafild, aktivitas lingkungan saat dihubungi, Jumat (18/2).
Banjir rob di wilayah Jakarta kian meninggi lantaran permukaan tanah terus turun akibat penggunaan air tanah yang berlebihan. Setiap tahun, muka tanah di Pantai Utara (Pantura) Jakarta turun rata-rata delapan sentimeter. Bahkan di beberapa lokasi mencapai 17 sentimeter. Akibatnya, Emmy mengatakan Jakarta terancam banjir rob di setiap terjadi pasang air laut pada masa bulan purnama.
Ancaman Jakarta tenggelam semakin besar jika banjir rob disertai dampak pemanasan global yang menaikkan permukaan air laut. Berdasarkan simulasi yang pernah dilakukan, dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan Teluk Jakarta akan menjadi kawasan yang harus ditinggalkan (abandoned) jika pemerintah tak melakukan langkah adaptasi yang cepat.
Tanggul Laut Tahap A merupakan tahap pertama dari tiga tahap dalam Proyek Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara atau National Capital Integrated Coastal Development (NCICD), yang dulu dikenal sebagai Tanggul Laut Raksasa. Pengembangan Tanggul Laut Tahap A yang berbarengan dengan reklamasi 17 pulau akan membuat proyek ini berjalan efektif di tengah keterbatasan dana pemerintah.
Pemerintah menghitung proyek NCICD membutuhkan dana 40 miliar dolar AS. Jumlah ini belum termasuk biaya perbaikan lingkungan Teluk Jakarta akibat pencemaran logam berat dan upaya pemerintah mempertahankan permukaan air tanah agar tidak terus turun.
Menurut Emmy, beberapa rencana pemerintah untuk menyelamatkan Teluk Jakarta selain membangun tanggul antara lain mendorong penggunaan air PAM untuk mengurangi eksploitasi air tanah. Jyga pembangunan waduk sebagai sumber air tawar, perbaikan sanitasi, serta pembuatan sumur resapan. Namun, lagi-lagi seluruh aktivitas itu butuh biaya sangat besar.
Dia menjelaskan Teluk Jakarta merupakan suatu ekosistem yang sudah rusak, dan tidak dapat dikembalikan ke kondisi semula. “Untuk memperbaiki ke keadaan semula butuh biaya sangat besar dan hampir mustahil jika hanya menggantungkan duit pemerintah,” tuturnya.