Sabtu 18 Feb 2017 14:25 WIB

Doa Khaulah Menembus Langit ke Tujuh

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Agung Sasongko
Hubungan Suami istri ( Ilustrasi )
Foto: EPA/ALAA BADARNEH
Hubungan Suami istri ( Ilustrasi )

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam melarang seorang suami untuk menyamakan istrinya dengan ibunya sendiri. Secara istilah, biasa disebut zihar. Allah SWT bahkan berfirman di Quran Surah al-Mujadalah ayat 1 hingga 4 terkait ancaman, keburukan, dan ganjaran terhadap seorang suami yang telah menzihar istrinya.

"Sesungguhnya, Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu (Muhammad) tentang suaminya dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya, Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat... sampai dengan firman Allah, Dan bagi orang-orang kafir ada siksaan yang pedih,"(QS al-Mujadalah, 58: 1-4).

Turunnya ayat ini pun tidak terlepas dari permintaan salah satu sahabiyah, Khaulah binti Tsa'labah, kepada Allah SWT terkait masalah yang membelitnya. Akhirnya, Allah SWT menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW soal jawaban dari masalah yang menimpa Khaulah. Inilah keutamaan dari Khaulah binti Tsa'labah. Pengaduannya langsung didengar dan dijawab oleh Allah SWT.

Nama lengkapnya adalah Khaulah binti Tsa'labah bin Ashram bin Fahar bin Tsa'labah Ghanam bin Auf al Anshariyah al Khazrajiyah. Suami dari Khaulah adalah Aus bin Shamit bin Qais. Aus adalah sahabat nabi yang terjun di berbagai pertempuran, termasuk di Perang Badar dan Uhud. Aus dan Khaulah memiliki satu anak laki-laki bernama Rabi'.

Suatu hari, Aus dan Khaulah berselisih. Hingga akhirnya, Aus membentak Khaulah dan berkata, ''Bagiku, engkau ini seperti punggung ibuku.'' Setelah mengatakan hal itu, Aus langsung pergi dan berkumpul dengan rekan-rekannya. Tidak berapa lama, Aus kembali menemui Khaulah dan berniat menggauli Khaulah. Namun, Khaulah menolaknya dan berkata, ''Sekali-kali jangan! Demi Zat yang jiwa Khaulah berada di tangan-Nya, engkau tidak boleh menjamahku karena engkau telah mengatakan sesuatu yang telah engkau ucapkan terhadapku, sampai Allah dan Rasul-Nya lah yang memutuskan hukum tentang peristiwa ini.''

Kemudian, Khaulah menemui Rasulullah SAW dan menceritakan apa yang menimpa dirinya kepada Rasulullah SAW. Khaulah kemudian menanyakan hukum atas perlakuan yang didapatnya tersebut. Pada saat itu, Rasulullah SAW berkata, ''Aku tidak akan memerintahkan sesuatu dalam persoalanmu…. Aku tidak mengetahui persoalanmu kecuali bahwa engkau telah haram untuknya.''

Namun, Khaulah menyatakan, risiko yang akan dihadapi dirinya dan anaknya jika harus berpisah dari suaminya. Khaulah pun lantas mengangkat tangannya dan berdoa. Doa itu pun disertai dengan kesungguhan, penuh harap kepada Allah SWT, dan rasa kesedihan dalam hatinya. ''Ya Allah, sesungguhnya aku mengadu tentang peristiwa yang menimpa diriku.''

Hingga akhirnya, Rasulullah SAW mengalami hal yang biasa dialaminya saat menerima wahyu. Pada saat kembali sadar, Rasulullah SAW pun langsung berkata kepada Khaulah. ''Wahai Khaulah, sungguh Allah SWT telah menurunkan wahyu tentang dirimu dan suamimu.'' Rasulullah SAW kemudian membacakan Aurah al-Mujadalah dari ayat 1 sampai 4. Ayat-ayat itu pun berisi soal larangan, hukum, dan ketentuan Allah tentang perkataan zihar yang dilakukan seorang suami kepada istri.

Tidak hanya itu, ayat-ayat tersebut juga berisi kafarah (tebusan) zihar yang telah dilakukan oleh seorang suami. Kafarah tersebut adalah dengan memerdekakan budak. Jika tidak sanggup memerdekakan budak maka berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Jika tidak mampu berpuasa maka suami yang melakukan zihar itu harus memberi makan sebanyak enam puluh orang miskin.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement