REPUBLIKA.CO.ID, QUEBEC -- Kepolisian Kanada pada Senin (21/2) mengatakan terdapat peningkatan keberadaan di perbatasan Quebec. Petugas perbatasan mendirikan pusat pengungsi sementara untuk memproses peningkatan jumlah pencari suaka dari Amerika Serikat.
Lembaga Dinas Perbatasan Kanada (CBSA) mengatakan dalam jumpa pers mereka mengubah ruang bawah tanah tak terpakai menjadi tempat pemrosesan pengungsi. Baik lembaga perbatasan maupun Kepolisian Kanada (RCMP) mengalihkan petugas mereka dari sejumlah tempat lain di provinsi itu untuk memenuhi kebutuhan.
CBSA mengatakan jumlah pengaku pengungsi di perbatasan Quebec-AS dua kali lipat dari jumlah pada 2015 hingga 2016. Pada bulan lalu, 452 orang mengaku pengungsi di Quebec, sementara 137 orang melakukannya pada kurun waktu sama tahun sebelumnya, kata lembaga itu.
Arus masuk itu menyusahkan polisi, pemerintah federal dan sumber daya masyarakat dari provinsi Manitoba dimana orang-orang tiba dalam keadaan dingin dikarenakan berjalan selama berjam-jam ke Quebec, lembaga perbatasan mengatakan.
Kantor Menteri Imigrasi Kanada Ahmed Hussen belum mengeluarkan komentar terkait. Reuters pada Senin melihat petugas RCMP memeriksa satu keluarga, yang berjalan melewati wilayah bersalju, yang memisahkan Roxham Road, Champlain, New York dengan Chemin Roxham di Hemmingford, Quebec.
"Tolong jelaskan kepadanya dia berada di Kanada," kata petugas Kanada kepada petugas lain.
Polisi memeriksa orang yang melewati perbatasan di kantor dinas perbatasan di Lacolle, Quebec yang merupakan lokasi perbatasan terbesar dan paling sibuk di provinsi itu. Aparat berusaha mengenali mereka dan memastikan mereka bukan merupakan ancaman atau membawa barang selundupan.
Mereka kemudian dibawa ke CBSA untuk diambil sidik jarinya dan diperiksa lebih mendalam. Jika mereka dianggap berbahaya mereka akan ditahan. Jika tidak, mereka dapat melakukan klaim pengungsi dan tinggal di Kanada sementara menanti keputusan.
"Itu benar-benar menyentuh dan kami peka terhadapnya. Beberapa di antara mereka melakukan perjalanan panjang. Beberapa tidak berpakaian untuk iklim di sini," kata Bryan Byrne, komandan salah satu detasemen RCMP kepada wartawan di dekat perbatasan.
Pencari suaka itu menyeberang secara gelap karena kebijakan Kanada dengan AS adalah mengembalikan pengungsi jika mereka melakukan klaim di perbatasan. Namun, saat Presiden Donald Trump menindak keras pendatang gelap, Amnesti Internasional dan sejumlah lembaga pembela pengungsi menekan pemerintah Kanada menyingkirkan kesepakatan itu, dengan berpendapat Amerika bukan tempat aman.
Pada Senin, Montreal, kota terpadat kedua di Kanada memilih menyatakan kota mereka sebagai kota perlindungan. Montreal menjadi kota Kanada keempat yang melindungi pendatang gelap dan memberikan pelayanan kepada mereka.