REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Usul adanya fatwa haram buzzer politik dinilai jadi penekanan akan bahaya fitnah. Pemerintah juga diminta melakukan sesuatu untuk menekan sebaran fitnah.
Ketua PP Al-Irsyad Al-Islamiyyah Abdullah Djaidi mengatakan, masyarakat sudah paham bagaimana harusnya etika seorang pemimpin dalam bicara dan berpihak. Umat kini sudah lebih sadar dan reaktif. Maka butuh cara-cara santun dalam berpolitik.
"Fatwa ada untuk hal yang belum jelas kedudukan hukumnya. Fatwa ada tidak hanya kemaslahatan umat, tapi juga untuk keselamatan bangsa," katanya, Rabu (22/2).
Al-Irsyad Al-Islamiyyah menilai, usulan PP Pemuda Muhammadiyah tentang fatwa haram buzzer merupakan keingininan untuk menekankan atau mengembalikan ingatan masyarakat akan bahaya fitnah. Masyarakat memandang fatwa adalah keputusan ulama yang harus ditaati, walau dalam Alquran sudah jelas. Tapi, masyarakat baru belakangan ini sadar dampak fitnah terhadap kehidupan berbangsa.
Fitnah lebih bahaya dari pembunuhan. Sementara pembunuhan sendiri saja sudah haram. Maka fitnah harus dihindari. "Fitnah menghancurkan tatanan politik dan masyarakat," kata Abdullah.
Maka selain masyarakat harus selektif terhadap informasi, pemerintah harus berupaya menindaklanjutinya. Masyarakat menerima karena ada yang menyebarkan, tapi sumbernya sulit ditelusuri. "Pemerintah harus membendung agar fitnah bisa ditekan, walau sulit," kata Abdullah.
Dikatakan Abdullah, penyeberan berita tidak benar (hoax) baik dalam konteks politik atau ekonomi atau lainnya sudah diyatakan dalam Alquran sebagai fitnah. Fitnah lebih besar mudharatnya dibanding pembunuhan.
Saat ini, ungkap dia, berita yang bertebaran sulit dicari kebenarannya. Maka, masyarakat harus hati-hati dengan berita adu domba atau pelemahan pihak tertentu. "Sebab, saat ini, banyak yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan," kata dia.
Sementara itu, tim siber mengeluarkan ribuan informasi untuk mencapai tujuan politik. Parpol harus berpikir juga soal etika politik.
Sebelumnya, PP Pemuda Muhammadiyah mendorong diterbitkannya fatwa haram buzzer politik dalam acara Tanwir Muhammadiyah dalam 24-27 Februari 2017 mendatang. Pemuda Muhammadiyah menilai pekerjaan sebagai buzzer politik dapat dikategorikan menjadi haram apabila menebar berita fitnah ataupun bohong sehingga menyebabkan stabilitas negeri terganggu.
Pekerjaan sebagai buzzer politik itu adalah pekerjaan haram yang sama dengan pengedar narkoba. Buzzer menciptakan fitnah, kebohongan, serta ujaran kebencian sehingga buzzer adalah pekerjaan yang tidak produktif.