REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hujan deras yang melanda Jakarta mengakibatkan banjir di sejumlah titik di Ibu kota. Pengamat Tata Kota Nirwono Yoga menilai, hujan lokal, tidak merata dan banjir lokal karena daerah resapan berkurang, dan saluran air yang tidak berfungsi baik.
Bukan hanya itu, kenaikan air laut di Pantura akibat pasang, menyebabkan rob dan genangan di Pantura. ''Banjir kiriman akibat meluapnya air sungai karena daerah selatan/puncak hujan deras seperti yang terjadi dalam beberapa hari ini di Bukit Duri,'' kata Yoga, saat dihubungi, Jumat (24/2).
Yoga menjelaskan, banjir besar yang melumpuhkan Jakarta pada 1996, 2002, 2007, 2012 dan 2014 lalu akibat ke -3 tipe tadi terjadi secara bersamaan, yaitu hujan lokal, rob, dan banjir kiriman.
Oleh karena itu, tipe yang berbeda -beda jelas membutuhkan penanganan banjir yamg berbeda pula. Menurutnya, ini yang gagal dipahami Pemprov dan Gubernur DKI.
Pengamat asal Universitas Trisaksi itu menuturkan, Pemprov harus merehabilitasi seluruh saluran air (mikro/tersier, mes/sekunder, makro/primer) agar terhubung dengan baik, bebas sampah dan lumpur, tertata jaringan utilitasnya, dan perbesar diameter saluran air.
''Naturalisasi seluruh sungai dan anak sungai, bukan betonisasi. Menata dengan konstruksi ramah lingkungan, dan sudah banyak diterapkan di kota -kota dunia,'' tuturnya.
Yoga juga menyarankan revitalisasi seluruh 44 waduk,14 situ, dan rencana pnambahan 20 waduk baru dipercepat. Revitalisasi Taman Waduk Pluit dan Taman Waduk Ria-rio juga penting dituntaskan.
Perbanyak dan percepat penambahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) baru berupa taman kota, hutan kota, jalur hijau sebagai daerah resapan air. Ia mengatakan, RTH di Jakarta masih terpaku di 9,98 persen. Perbanyak sumur resapan, kolam penampung air di RTH Privat seperti di halaman rumah, sekolah, kantor, pusat perbelanjaan juga diperlukan.