REPUBLIKA.CO.ID, Jumpa pers yang dilakukan pelatih Manchester United (MU), Jose Mourinho jelang sebuah laga rutin akhir pekan kali ini tampak berbeda. Bukan soal isi pembicaraannya yang memang tidak membicarakan hal-hal jelang pertandingan Liga Primer Inggris khas akhir pekan.
Kebetulan, akhir pekan di pengujung Februari 2017 ini, MU akan bertarung di panggung Piala Liga Inggris atau EFL Cup melawan Southampton. Pembicaraan pun berkutat tentang pembahasan mengenai kemungkinan Mourinho akan jadi manajer pertama yang langsung memberikan trofi pada musim perdananya melatih Iblis Merah.
Tapi bukan ini hal menarik yang kemudian banyak dibahas oleh para jurnalis. Saat itu, pembicaraan lebih tajam mengarah kepada perilaku ganjil Mourinho yang menggunakan baju tidak berinisialkan namanya, 'JM'.
Kala itu, di dada sebelah kanan pelatih 52 tahun ini terbubuh tulisan 'CR' warna putih. Tulisan dua huruf tersebut tampak jelas terpampang di atas kaus hitam berkerahnya. Awak media bertanya, Mourinho menjawab. "Ini dedikasiku bagi seseorang yang sudah menuliskan sebuah cerita indah di dunia sepak bola, Claudio Ranieri," tegas Mourinho dikutip dari laman resmi MU, Sabtu (25/2).
Gestur Mourinho ini dilakukannya berkenaan dengan kabar pemecatan Ranieri dari kursi pelatih Leicester Jumat (24/) lalu. Mourinho mengaku sangat terpukul dengan kesemenaan yang ditunjukkan oleh manajemen Kawanan Rubah kepada Ranieri.
Menurut Mourinho, alenatore murah senyum itu tak layak untuk diperlakukan demikian setelah kisah manis yang sudah diberikannya untuk Leicester musim lalu. Tak cukup dengan menggunakan baju dengan simbol Ranieri.
Mourinho juga sengaja mengunggah foto dia bersama pelatih 65 tahun itu di akun Instagram-nya. "Teruslah tersenyum kawan, tak ada yang bisa menghapus sejarah hebat yang sudah kau buat," kata Mourinho.
Mourinho tak sendiri. Banyak pihak ikut menaruh simpati kepada Ranieri. Legenda Timnas Inggris, Gary Lineker bahkan meneteskan air mata atas perlakuan Leicester yang dimiliki orang Thailand itu. Menurutnya, pemilik Leicester seharusnya tahu diri.
Menurut Lineker, klub berusia 133 tahun itu tak akan pernah sukses tanpa tangan dingin Ranieri. Dia mengatakan, gelar juara Liga Primer Inggris yang diraih musim lalu membuat Leicester naik tingkat. "Pemilik seharusnya lebih berterimakasih, kini saya menangis untuk Ranieri," kata pengoleksi 95 gol Liga Inggris untuk Leicester ini.
Pemecatan kepada Ranieri pun membuat rekan senegaranya, Antonio Conte terhenyak. "Ini sebuah tindakan yang tak menghormati Ranieri," tukas Conte. Sikap Leicester kepada mantan pelatih Juventus itu pun membuat Conte mencoba untuk tetap membumi meski sepak terjangnya mulus di Chelsea.
Saat ini, tim yang baru Conte tangani tujuh bulan lalu ini sedang kokoh di puncak klasemen dan jadi kandidat kuat juara Liga Primer Inggris. Menurutnya, Ranieri sudah menjadi bukti bahwa klub di Inggris tak pernah bisa dibuat puas. "Tapi inilah pekerjaan kami. Kami harus selalu siap," kata mantan pelatih Timnas Italia ini.
Bukan cuma dari para profesional sepak bola dunia. Warga media sosial juga kompak menghujat Leicester. Seperti yang disampaikan oleh akun Twitter @Pandji.
Akun milik pesohor Pandji Pragiwaksono ini menulis, seharusnya Leicester membuatkan patung Ranieri di sekitar stadion, bukan malah memecatnya. "Harusnya Ranieri diperlakukan lebih pantas," kata sosok yang sempat melakukan dua kali tur Stand Up Comedy keliling dunia ini.
Pemecatan Ranieri pada Kamis (23/2), artinya kurang dari 24 jam sejak kekalahan 1-2 timnya dari wakil Spanyol, Sevilla di babak 16 besar Liga Champions pada Rabu (22/2). Wakil Presiden Leicester, Aiyawatt Srivaddhnaprabha menerangkan alasan pemecatan Ranieri, bahwa kepentingan jangka panjang berada di atas “sentimen personal, sebesar apapun itu”.
Muncul rumor, salah satu penyebab dipecatnya Ranieri adalah pemberontakan para pemain di ruang ganti yang sudah tidak lagi mempercayai sang pelatih. Namun, rumor ini dibantah oleh pengganti sementara Ranieri, Craig Shakespeare. “Memang terlalu banyak rasa frustrasi atas hasil belakangan ini, tapi dia (Ranieri) tidak kehilangan kepercayaan di ruang ganti,” kata Shakespeare.
Sehari setelah pemecatannya, atau pada Jumat (24/2), Ranieri memberikan respons dalam sebuah pernyataan tertulis berjudul “Kemarin, Mimpi Saya Telah Mati”. Pelatih yang kini berusia 65 tahun itu menegaskan, setelah mengantarkan Jamie Vardy dkk menjadi juara Liga Primer musim lalu, mimpinya adalah untuk tetap berada di Leicester. “Setelah euforia musim lalu dan menjadi juara, mimpi saya adalah tetap di Leicester. Menyedihkan ternyata tidak begitu,” kata Ranieri, dikutip BBC.
Ranieri mengenang perjalanannya bersama Leicester adalah pengalaman yang luar biasa dan akan tetap ia kenang selamanya. Ia pun berterima kasih kepada pihak klub, pemain, dan terutama para suporter the Foxes. “Kalian membawa saya ke hati kalian sejak hari pertama dan mencintai saya. Saya pun mencintai kalian.”