Senin 27 Feb 2017 23:10 WIB

Peradi Singgung Minimnya Potensi Lokal Papua di Freeport

Rep: Frederikus Bata/ Red: Andi Nur Aminah
PT. Freeport
Foto: Musiron/Republika
PT. Freeport

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Advokad Indonesia (Peradi) mengaku mendapatkan informasi seputar minimnya sumbangsih tenaga kerja lokal Papua sebagai karyawan langsung PT Freeport Indonesia. Ketua Dewan Pembina Peradi, Otto Hasibuan mengungkapkan dari 12 ribu karyawan langsung PTFI, pekerja lokal sekitar 400 orang saja.

"Itu umumnya banyak yang di level paling bawah. Jadi berarti ada sekitar 8.000 itu bukan orang Papua. Jadi kalau ada uang masuk pada mereka, berarti yang 8.000 orang juga akan membawa keluar dong uangnya ini. Tidak akan mendapatkan kemakmuran juga bagi rakyat Papua. Karena tertinggal uang itu hanya di tangan 4.000 orang, dan itu low class sekali," tutur Otto saat ditemui di Kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), di Jakarta, Senin (27/2).

Dalam kaitan soal kemelut dengan pemerintah, PERADI menilai baik Presiden maupun para menteri terkait telah bertindak tepat. Untuk itu Otto menegaskan pihaknya mendukung penuh setiap keputusan pemerintah.

"Jangan lagi mau seperti dulu, ada deal-deal dan sebagainya. Kalau deal harus yang bagus, dan kami juga merasa tersinggung juga secara moral. Kami merasakan ada penekanan oleh Freeport kepada pemerintah, dengan ada ancaman membawa ke arbitrase," ujar Otto.

Peradi, lanjut Otto sedang menyelidiki adanya dugaan pelanggaran lingkungan hidup yang dilakukan PT Freeport Indonesia (PTFI). Pelanggaran tersebut kata dia, terkait pembangunan smelter, konsentrat.

"Detailnya akan kita rumuskan. Nanti akan kita publish di media. Kami akan pelajari detail dulu," ujarnya menerangkan.

Ia menegaskan, pemerintah harus siap melawan jika jalur arbitrase diambil PTFI. Prinsipnya, kata Otto negara berdaulat di tanah sendiri tanpa merugikan investor.

Mengenai penelitian pelanggaran lingkungan, Otto mengatakan akan mengirimkan orang ke Papua untuk melihat langsung. Sehingga bisa dicermati kondisi nyata. "Secara data kami sudah melihat, tapi kita periksa detail dulu. Supaya jangan jadi fitnah. Kita lihat dulu," ujarnya.

Otto mengatakan pihaknya meminta kepada Menteri ESDM, Ignasius Jonan agar diberikan akses demi mendapatkan informasi tentang PTFI. JOnan, kata dia, siap melibatkan para pengacara tersebut hingga arbitrase. "Dan kita menyerukan kepada advokat Indonesia harus berjuang untuk ini," tuturnya.

Ia menilai sikap pemerintah kali ini lebih kuat ketika semua negoisasi diserahkan ke Jonan selaku Menteri ESDM. Kementerian terkait lainnya tinggal mengikuti.

"Kalau dulu kan semua menteri ikutan, jadi semua bisa negosiasi. Titip sana titip sini. Sekarang satu policy, komandannya Pak Menteri, jadi otomatis menteri lain juga harus ikut. Dan ini membuat kita menjadi senang dan ikut membantu," ujar Otto.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement