REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) akan membentuk tim khusus guna menindaklanjuti penandatanganan nota kesepahaman dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terkait penjaminan bank syariah. Tim tersebut bertugas mengkaji berbagai hal tentang penjaminan dari aspek fikih.
"Dalam beberapa hari ke depan mulai dibentuk tim dan mereka akan mulai bekerja membuat kajian," ujar Sekretaris sekaligus Pengurus DSN MUI Bidang Perbankan Oni Sahroni, saat dihubungi Republika.co.id, Ahad, (5/3). Menurutnya kajian tersebut sangat penting karena tidak boleh ada fatwa tanpa kajian akademik.
Selain dari aspek fikih, pengkajian meliputi memahami skema penjaminan syariah dari negara lain pula. Misalnya di Bahrain, dan negara lainnya.
Oni menyebutkan, biasanya untuk kajian masalah ringan memerlukan waktu tiga bulan, namun bisa lebih dari itu bila masalahnya cukup rumit. "Biasanya rata-rata fatwa kita pembahasannya cukup panjang kalau di perbankan, sebagai pembanding, setiap ada pertanyaan dari BI (Bank Indonesia), industri, OJK, atau kementerian kita buat tim juga untuk bahas dari aspek fikih dan aspek risiko juga," ujarnya.
Dia menegaskan, fatwa tidak bisa disusun sembarangan harus hati-hati. Selain itu, DSN MUI berharap, setiap produk fatwa akan diadopsi menjadi regulasi yang mengikat.
Dirinya menambahkan, aspek fikih pengatur rambu-rambu mana yang boleh dan tidak. Sedangkan teknisnya diserahkan kepada regulator.
"Misalnya upah minimum regional (UMR) setelah dibahas dari perspektif fikih, besarannya ditentukan masing-masing daerah. Jadi dari rambu-rambu akan munculkan angka ideal," tutur Oni.
Oni menyatakan, dalam pembahasan mengenai penjaminan untuk bank syariah yang terpenting, mengenai penjaminannya. "Model penjaminannya seperti apa itu penting, karena kalau di syariah terkait funding, giro, tabungan, deposito, financing, lalu disalurkan ke DPK ke penerima manfaat," tambahnya.
Dia memastikan, fatwa disesuaikan dengan pertanyaan di LPS. Ditargetkan, tahun ini, fatwa tersebut sudah selesai sehingga bisa segera dikomunikasikan kepada para stakeholder baikl LPS maupun BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kementerian, dan seluruh pihak terkait.