REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perpustakaan MPR menggelar ‘Peringatan Hari Perempuan Internasional 2017’, Kamis (9/3). Dalam acara yang dihadiri oleh Anggota MPR dari Kelompok DPD Asri Anas, Kabiro Humas Siti Fauziah, Kepala Perpustakaan Roosiyah Yuniarsih, itu dibedah buku yang berjudul ‘Resonansi Tiga Hati’ dan ‘Berjuang Tiada Henti’. Sebagai acara yang terkait dengan perempuan maka pembedah buku itu adalah kaum perempuan, seperti Naning Pranoto, Yeni Fatmawati, Evi Harfiah Widiawati, dan Juwariyah Ma’ruf Cahyono.
Asri Anas mengucapkan selamat Hari Perempuan Internasional. Dalam soal perempuan, Asri Anas menuturkan bahwa kaum ini mempunyai peran yang besar dalam sejarah perjuangan bangsa. Kaum perempuan menurutnya tak bisa dipandang sebelah mata. Diakui dirinya sering berorganisasi di mana di situ ada perempuan dan dalam pemilihan terkadang ia kalah.
“Harusnya peringatan ini diperingati secara luar biasa,” ujar pria asal Sulawesi Selatan itu.
Menurut Asri Anas, di Indonesia sendiri ada dua peringatan yang bersinggungan dengan kaum perempuan, yakni Hari Ibu pada 22 Desember dan Hari Kartini pada 21 April. Di hadapan puluhan kaum perempuan yang hadir dalam acara itu, Asri Anas menceritakan dirinya di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat sering mengunjungi sekolah-sekolah dan memberi motivasi kepada para siswa. Sebagai sosok yang disebut sukses dalam kehidupan, Asri Anas sering ditanya, apa rahasia kesuksesan itu.
“Saya jawab, salah satu kunci sukses adalah memberi penghormatan pada ibu,” ujarnya.
Menghormati ibu menurutnya dilakukan sejak dirinya kecil. Sebagai orangtua, dirinya merasakan susahnya bagaimana menjadi seorang ibu. “Selama ini kaum laki-laki menganggap dirinya ‘super power’ ternyata sangat susah ketika harus mengurus anak-anak,” ungkapnya.
Dirinya merasakan bagaimana harus bisa mengurus tiga anaknya, dari membangunkan hingga menidurkan anak-anak. Diungkapkan, kegagalan dalam rumah tangga disebabkan orangtua terlalu menyerahkan pendidikan anak kepada sekolah, tempat kursus, atau lembaga-lembaga pendidikan. Untuk mengatasi yang demikian, dirinya sampai-sampai sering ikut seminar mengenai masalah ‘parenting’.
“Jangan terlalu menyerahkan pendidikan kepada bangku sekolah,” ujarnya.