Selasa 14 Mar 2017 08:39 WIB

Pesan Uni Eropa untuk Turki

Federica Mogherini
Foto: AP Photo/Andrew Harnik
Federica Mogherini

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Uni Eropa (UE) pada Senin (13/3) memperlihatkan rasa tidak suka sehubungan dengan referendum pembaruan undang-undang dasar Turki untuk memberi wewenang lebih besar kepada Presiden Recep Tayyip Erdogan.

Ketegangan merebak antara Turki dan beberapa negara anggota UE sehubungan dengan kampanye para menteri Turki. Namun di dalam satu pernyataan bersama, Kepala Kebijakan Luar Negeri UE Federica Mogherini dan Komisaris bagi Perundingan Perluasan Johannes Hahn mengakui Turki memiliki hak kedaulatan untuk memutuskan sistem pemerintahannya.

Meskipun demikian, dengan mengutip pendapat Komisi Venesia mengenai perubahan Undang-Undang Dasar Turki, yang disiarkan pada 10 Maret, kedua pejabat tersebut menekankan perubahan yang diusulkan tersebut menimbulkan tanda tanya mengenai konsentrasi berlebih kekuasaan di satu kantor, terutama pemeriksaan yang diperlukan dan keseimbangan serta independensi kehakiman.

Komisi Venesia adalah badan penasehat Dewan Eropa (CoE) dalam bidang hukum undang-undang dasar. CoE adalah organisasi terkemuka hak asasi manusia yang terdiri atas 47 negara anggota, termasuk Turki.

"Yang juga menjadi keprihatinan ialah proses perubahan Undang-Undang Dasar ini berlangsung dalam kondisi darurat (di negeri itu). Perubahan yang diusulkan itu, jika disetujui dalam referendum pada 16 April, dan terutama penerapan praktisnya, akan dinilai mengingat kewajiban Turki sebagai calon anggota UE dan sebagai anggota CoE," kata mereka.

Ditambahkannya, Turki mesti menangani keprihatinan dan saran CoE serta lembaga lain. Mengenai ketegangan baru-baru ini antara Turki dan sebagian negara UE, mereka menggarisbawahi penting untuk menghindari meningkatnya ketegangan lebih lanjut dan menemukan cara untuk meredam ketegangan seputar situasi saat ini.

"Keputusan berkaitan dengan penyelenggaraan pertemuan dan pertemuan terbuka di negara anggota adalah satu masalah bagi negara anggota yang bersangkutan," kata kedua pejabat tersebut.

Turki diserukan agar menahan diri dari mengeluarkan pernyataan dan tindakan yang berlebihan yang akan berisiko meningkatkan ketegangan. "Masalah keprihatinan hanya dapat diselesaikan melalui saluran komunikasi langsung dan terbuka," tambah kedua pejabat itu.

Ketegangan, yang dipicu oleh pernyataan kontroversial terakhir yang bernada keras, dikhawatirkan meningkat dan menyebar dari satu pertikaian antara Turki dan Belanda ke hubungan Turki dengan anggota lain UE.

Baca: Erdogan: Beberapa Negara Eropa tak Terima Kebangkitan Turki

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement