REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan menyurvei bersama dengan perwakilan asuransi kapal di Indonesia, SPICA Service Indonesia pada Jumat (17/3) untuk menghitung kerugian atas kerusakan terumbu karang di Raja Ampat, Papua Barat.
Deputi Koordinasi Bidang Kedaulatan Maritim Kemenko Kemaritiman Arif Havas Oegroseno mengatakan pemerintah memanggil perwakilan pemilik kapal MV Caledonian Sky dan SPICA untuk membahas klaim ganti rugi kerusakan terumbu karang Raja Ampat karena kandasnya kapal pesiar itu pada 4 Maret.
"Apakah asuransi menanggung ganti rugi kerusakan terumbu karang dan kerugian terkait lainnya saja atau juga menanggung tanggung jawab pidana kapten kapalnya?," katanya dalam siaran pers tertulis di Jakarta, Kamis (16/3).
Branch Manager SPICA Services Indonesia, Dony, yang mewakili asuransi pemilik kapal, mengatakan pihaknya akan memberikan ganti rugi atas klaim yang diajukan oleh pihak ketiga dengan syarat adanya survei dan verifikasi data lapangan.
Lihat juga: Terumbu Karang Raja Ampat yang Dirusak oleh Kapal Pesiar Ternyata Tempat Hiu Langka
Namun, lantaran pemerintah telah menurunkan tim survei yang baru akan kembali ke Jakarta pada Sabtu (18/3), maka disepakati agar dilakukan survei bersama antara tim Indonesia dengan tim SPICA Services Indonesia.
Menurut SPICA Services Indonesia, dengan melakukan survei bersama maka proses identifikasi dan verifikasi data antara pihak pemerintah dan asuransi dapat dilakukan dengan cepat. "Intinya, kami tidak akan mengabaikan masalah ini dan akan terus berkoordinasi dengan pemerintah," ujar Dony meyakinkan.
Pihak asuransi menjanjikan akan mendatangkan surveyor independen yang merupakan ahli terumbu karang dari Universitas Indonesia. Survei bersama pada Jumat akan melihat dan menyepakati luas area kerusakan, sedangkan valuasi kerugian akan dilakukan pada tahap selanjutnya.
Havas menyatakan proses valuasi harus dilakukan secara hati-hati dan cermat dengan memperhitungkan berbagai aspek antara lain ekosistem, keragaman hayati, nilai wisata, kehilangan kesempatan ekonomi, kerugian masyarakat sekitarnya dan hal-hal lain yang penting dalam valuasi kerugian kerusakan terumbu karang.
Mengingat asuransi tidak menanggung aspek tanggung jawab pidana kapten kapal, maka Indonesia menyampaikan kepada wakil pemilik kapal bahwa Indonesia mempertimbangkan dengan serius tuntutan pidana sesuai UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Sesuai ketentuan International Maritime Organisation (IMO) dan juga kode etik awak dan nakhoda kapal, kapten memiliki tanggung jawab dalam bidang perlindungan lingkungan hidup. Bahkan dalam "Code of Conduct of Merchant Navy" aturan Inggris, perusakan lingkungan hidup merupakan salah satu bentuk pelanggaran berat yang dapat berakibat dicabutnya izin berlayar.