REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gerakan Tamasya Al-Maidah pada saat hari pemilihan gubernur DKI Jakarta tidak menjadi hal yang melanggar. Hal tersebut disampaikan Ketua Bawaslu DKI Jakarta, Mimah Susanti.
"Yang mau melihat proses silakan, tapi enggak boleh ada intimidasi pemilih, atau bahkan dia misalnya mengarahkan memilih calon tertentu, apalagi mengganggu proses," ujarnya pada wartawan di Jakarta, Senin (27/3).
Mimah menjelaskan, untuk proses pengawasan pemilu diserahkan kepada Bawaslu dan jajarannya. Jika ada lembaga lain yang mau mengawasi proses ini, kata dia, itu akan disebut pemantau pemilu dan harus terakreditasi di KPU DKI Jakarta.
"Mereka melapor, mereka menyampaikan," jelasnya.
Sedangkan untuk masyarakat, kata dia, atau siapa pun yang mau melihat proses pemungutan dan penghitungan suara di DKI Jakarta, dipersilakan. "Kan proses pelaksanaannya terbuka, tidak tertutup, semua bisa menyaksikan," ujarnya lagi.
Lebih lanjut, kata Mimah, kewenangan yang diberikan oleh undang-undang atas pelaksanaan pemungutan suara di TPS diserahkan kepada petugas sebagai penyelenggara. Ada pengawas pemilu dan saksi pasangan calon yang mengawasi proses.
"Maka keberatan-keberatan yang ada di TPS itu hanya disampaikan melalui pengawas pemilu dan saksi. Yang mau melihat proses silakan, tapi enggak boleh ada intimidasi pemilih, atau bahkan dia misalnya mengarahkan memilih calon tertentu, apalagi mengganggu proses," pungkasnya.
Sebelumnya, GNPF MUI (Gerakan Nasional Pembela Fatwa MUI) rencananya akan menggelar aksi 'Tamasya Al-Maidah' di hari pemilihan gubernur DKI Jakarta putaran kedua pada 19 April mendatang. GNPF mengatakan, aksi digelar untuk kelangsungan pilkada berjalan dengan damai.
"Tamasya Al-Maidah. Pada intinya, ini kami dari GNPF MUI ingin agar Pilkada DKI Jakarta dapat berjalan dengan damai dan tertib. Mengapa namanya 'Tamasya Al-Maidah' karena spiritnya kan dari 212 juga yang memperjuangkan Al-Maidah 51," kata tim advokasi GNPF MUI Kapitra Ampera.