REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kementerian Energi Sumber Daya Mineral melalui Badan Geologi, menerjunkan tim untuk mengkaji kawasan karst Rembang, di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Hal ini dilakukan seiring munculnya polemik terkait rencana operasional PT Semen Indonesia di kawasan tersebut.
Menurut Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan Badan Geologi Kementerian ESDM Rudy Suhendar, ESDM akan menerjunkan sedikitnya 12 tenaga ahli untuk mengkaji kawasan tersebut. Upaya ini diperlukan, untuk memutuskan apakah operasional tambang semen ini layak atau tidak dilakukan di karst Rembang.
"Ini penting, karena harus ada kajian untuk mengetahui termasuk kawasan bentang alam karst (KBAK) atau tidak. Jadi, tidak ada salah informasi," ujar Rudy dalam diskusi Bedah Fakta Karst Rembang, di Bandung, Jumat (31/3).
Menurut Rudy, selama ini banyak pihak yang beranggapan bahwa aktivitas tambang tidak boleh dilakukan di lokasi tersebut. Karena, berdasarkan aturan, KBAK merupakan kawasan konservasi sehingga di atasnya tidak boleh ada aktivitas apa pun, termasuk pertambangan. Namun, lokasi tersebut belum ditetapkan sebagai KBAK.
2017, Semen Indonesia Kebut Pembangunan Pabrik
"Itu memang karst, tapi belum tentu sebagai KBAK," katanya.
Menurut Rudy, Kementerian ESDM sangat berhati-hati dalam menilai suatu kawasan, termasuk KBAK atau tidak. Dalam penetapan ini, pihaknya akan menggandeng semua pihak terkait untuk menguatkan hasil kajian. "Kami tak cukup berdasarkan analisis, hipotesa, dan perkiraan, harus ada pembuktian," katanya.
Observasi ini, kata dia, akan dilakukan paling lambat April dengan waktu diperkirakan hingga enam bulan. Berbagai penelitian akan dilakukan seperti terkait geofisika dan resampling hidrokimia. Hasil penelitian ini, kata dia, akan diserahkan ke Menteri ESDM untuk menjadi bahan dalam menetapkan KBAK. Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2015, KBAK ini ditetapkan oleh Menteri ESDM.
Dikatakan Rudy, jika hasil kajiannya menetapkan kawasan tersebut sebagai KBAK, maka segala aktivitas penambangan harus dihentikan. "Kalau itu KBAK, berdasarkan PP 26 2008, ya semuanya harus mundur," katanya.
Penolakan warga terkait operasional PT Semen Indonesia, kata dia, diawali adanya ketakutan akan kehilangan sumber air. Hal ini muncul karena warga menilai di bawah lokasi pertambangan semen ini terdapat aliran sungai bawah tanah.
Di tempat yang sama, Pakar Teknik Air Tanah dan Pertambangan dari ITB, Irwan Iskandar, kawasan karst Rembang tersebut bisa terjadi dua kemungkinan. Yakni, adanya aliran sungai bawah tanah atau tidak. Namun, penambangan di atas aliran sungai bawah tanah masih bisa dilakukan jika teknik penambangannya benar. Penambangan di atas aliran sungai bawah tanah, kata dia, harus memerhatikan teknik pengambilan airnya. Penambangan jangan sampai mengakibatkan hilangnya air di kawasan tersebut.
"Air harus sebisa mungkin ditahan di bumi," katanya seraya menjelaskan berbagai teknik penambangan yang cocok dilakukan di atas aliran sungai bawah tanah.
Selain memerhatikan teknik penambangan, Ia pun meminta semua pihak belajar dari berbagai lokasi penambangan semen lainnya di Indonesia. Selama ini, belum ditemukan adanya aktivitas tambang semen yang mengakibatkan hilangnya sumber daya air. "Bisa belajar dari tambang-tambang eksisting, seperti di Padang dan Tuban. Apakah di sana kehilangan sumber daya air? Mata air hilang? Ini harus kita cermati," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, teknik penambangan harus dilakukan sebaik mungkin agar tidak mengakibatkan hilangnya sumber air. Pengetatan izin dan syarat yang termuat dalam amdal menjadi hal pokok untuk menghadirkan teknik penambangan yang baik.