REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 diprediksi akan kian melebar. Pemerintah didesak untuk siap dalam melakukan koreksi terhadap kebijakan fiskalnya.
“Berdasarkan pantauan situs Kemenkeu Rabu (12/3) pagi ini, penerimaan pajak Indonesia pada Januari 2025 yang hanya mencapai Rp 88,89 triliun atau hanya 4,06 persen dari target tahunan menjadi alarm keras bagi stabilitas fiskal Indonesia,” kata Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat dalam keterangannya, Rabu (12/3/2025).
Angka tersebut mengalami penurunan drastis hingga 41,86 persen dibandingkan periode yang sama pada 2024. Bahkan menjadi penerimaan Januari terburuk dalam lima tahun terakhir, jika dibandingkan persentase terhadap target APBN tahunan.
Achmad menuturkan, bila di tahun-tahun sebelumnya, rata-rata penerimaan pajak Januari mampu menyumbang 7,5 persen hingga 9,2 persen dari target setahun, posisi 2025 yang baru 4,06 persen menunjukkan potensi kekurangan penerimaan yang sangat serius.
“Jika tren ini berlanjut, penerimaan negara bisa mengalami shortfall hingga Rp 300 hingga Rp 400 triliun, yang otomatis menggembungkan defisit. Kajian internal kami bahkan memprediksi, bila tidak ada langkah koreksi fiskal yang konkret dan sistemik, defisit APBN 2025 dapat mendekati Rp 800 triliun atau sekitar 3 persen PDB,” ungkapnya.
Angka tersebut bahkan lebih buruk dari prediksi Goldman Sachs baru-baru ini yang memperkirakan defisit anggaran Indonesia sebesar 2,9 persen dari PDB. Goldman Sachs diketahui memprediksi defisit Indonesia bisa defisit mencapai Rp 650 triliun hingga Rp 750 triliun. Biasanya prediksinya mejadi baseline realistis oleh para investor dunia.