REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meredupnya nasyid pada era sekarang tak membuat Adhi Mendoza patah arang. Pemuda yang sudah berkecimpung 15 tahun di dunia nasyid itu tetap sibuk melatih kelompok-kelompok nasyid baru di Lampung supaya bisa menghasilkan musik Islami yang benar.
Perjuangan Adhi tak sia-sia. Kampoeng Nasyid, nama komunitas yang didirikan pada 13 Agustus 2011 itu, mampu melahirkan beberapa kelompok, seperti Gema Senandung Vikri (GSV), Bening Nada, Lensa Voice, Muvon, dan Voicemix. "Kami berharap keberadaan komunitas ini dapat memberikan ruang baru bagi perkembangan nasyid yang lebih luas sehingga mampu menyentuh banyak lapisan masyarakat," ujar dia saat berbincang dengan Republika belum lama ini.
Adhi mengakui, tren nasyid di Tanah Air saat ini mengalami penurunan cukup signifikan ketimbang masa-masa sebelumnya. Jika pada era 90-an grup-grup nasyid begitu menjamur di Tanah Air, sekarang justru sebaliknya. Geliat industri nasyid dalam negeri kini seakan-akan sedang mati suri.
Penyebabnya, dia mengatakan, masih rendahnya motivasi para pegiat nasyid di Indonesia untuk menjangkau semua kalangan. Saat ini, masyarakat awam masih menganggap nasyid sebagai sebuah produk seni yang hanya dapat dinikmati oleh golongan tertentu. "Nasyid itu semestinya bukan sekadar menyampaikan makna atau pesan lewat syair semata, melainkan juga mampu menghibur semua kalangan," ujar dia.
Dia berpendapat, kebangkitan nasyid di Indonesia bakal sulit diwujudkan jika para pegiat nasyid tidak peka terhadap perubahan yang muncul akibat proses modernisasi saat ini. Menurut dia, sudah saatnya para pegiat nasyid melakukan inovasi dengan menghadirkan karya-karya nasyid yang segar dan dapat diterima semua lapisan masyarakat