REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPUD DKI memperbolehkan kampanye negatif dijalankan oleh kedua tim pasangan calon (paslon) asal memiliki dasar yang jelas. Pakar namun menganggap kebijakan KPU DKI tidak adil dan tidak mendidik calon pemilih.
Pakar Hukum Pidana, Muhammad Mudzakkir, mengatakan kampanye negatif hanya akan lebih menyodorkan aspek negatif paslon daripada positif kepada calon pemilih. Menurut Mudzakkir, dalam konteks berkampanye, paslon seharusnya berkesempatan untuk mempromosikan programnya tanpa menurunkan martabat orang lain.
"Jika memang ingin merendahkan, cukup pada program saja jangan mengungkit kesalahan masa lalu," ujar Mudzakkir, Senin (3/4) malam.
Berdasarkan undang-undang, dosen UII Yogyakarta ini menyebutkan kesalahan masa lalu seseorang yang boleh diungkap terkait kejahatan di masa lalunya. Maka orang tersebut diharuskan mengakui kesalahannya di mata publik dan menyatakan dirinya tidak akan mengulangi dan akan bertobat.
"Tapi kalau mengungkap kejelekan seseorang di masa lalu dalam hal berkampanye, menurut saya kebijakan KPU tidak mendidik dan saya setuju jika itu dibiarkan maka akan menjadi fitnah," jawab Mudzakkir.
Kampanye negatif, menurut pakar hukum pidana ini harusnya lebih pada program yang diusungkan paslon, bukan kejahatan masa lalu seseorang yang menjurus ke ranah pribadi. Kejahatan masa lalu, menurut dia seharusnya sudah selesai saat KPU mengesahkan orang tersebut sebagai calon pemimpin.
"Kalau mengungkit masa lalu kan orang pasti bisa melakukan kesalahan, tapi setiap orang kan punya kesempatan untuk bertobat," jelas dia.
Mudzakkir menganggap, kebijakan dibolehkannya kampanye negatif adalah kebijakan dari tipe pendendam. Menurut dia, kampanye sebaiknya dilakukan dengan hal-hal yang positif.
"Kalau memang ingin kampanye negatif cukup pembahasan mengenai program tanpa menyebar ke hal lain yang bersifat pribadi," tutup Mudzakkir.