REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah kembali menggaungkan target penghematand alam perencanaan anggaran tahun ini dan tahun 2018 mendatang. Presiden Jokowi, dalam sidang kabinet, meminta kepada kementerian dan lembaga untuk melakukan penghematan besar-besaran pada tahun anggaran 2017-2018. Jokowi juga meminta agar berbagai biaya dapat diperiksa kembali dan dihemat sehingga dapat dimanfaatkan untuk belanja modal.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan bahwa sebetulnya yang dimaksud Presiden bukan penghematan dalam artian pemangkasan anggaran. Hanya saja, lanjut Sri, setiap kementerian dan lembaga diminta untuk bisa menyusun komposisi dan detail belanja secara teliti. Tak hanya itu, kementerian dan lembaga juga diminta untuk mampu menyusun skala prioritas dalam belanja.
"Sebetulnya bukan penghematan. Kita sedang bicara tentang 2018, Presiden minta kementerian dan lembaga untuk melihat secara teliti komposisi dan detail belanja di masing-masing kementerian lembaga," jelas Sri, Selasa (4/4).
Kementerian Keuangan mencatat, dalam tiga tahun belakangan terjadi peningkatan nilai belanja negara yang cukup signifikan. Pada tahun 2017 saja, dalam APBN disebutkan belanja negara mencapai Rp 2.080 triliun. Sementara itu, belanja negara di tahun 2018 diperkirakan mencapai Rp 2.200 triliun.
"Pertanyaannya kenapa belanja modal masih sangat terbatas. Komposisi belanja pegawai, belanja barang dan belanja modal terlihat belanja barang meningkat cukup pesat, belanja pegawai tergantung dari kebijakan jumlah pegawai dan sisi penggajiannya," katanya.
Sri menyebutkan, belanja barang yang bisa dihemat termasuk biaya perjalanan dinas. Menurutnya, patokan yang dipasang Presiden adalah belanja pada 2018 nanti tak boleh melebihi belanja barang pada 2016 lalu. Sidang kabinet menghasilkan instruksi penghematan anggaran bagi kementerian/lembaga bertujuan untuk melakukan efektivitas sehingga pemerintah bisa melakukan pembangunan yang lebih besar. Pemerintah mengimbau agar kementerian/lembaga mengurangi hal-hal yang tidak penting.