REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutuskan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI, Sumarno terbukti melanggar kode etik. Sementara, Komisioner KPU DKI Dahliah Umar dan Ketua Bawaslu DKI Mimah Susanti tidak terbukti melanggar kode etik.
Sumarno dianggap melanggar kode etik atas aduan Yuliana Zahara Mega karena menelantarkan paslon nomor dua Ahok-Djarot, saat rapat pleno penetapan pasangan cagub-cawagub Pilkada DKI putaran kedua yang diselenggarakan KPU DKI di Hotel Borobudur, Sabtu (4/3). DKPP menganggap Sumarno abai terhadap salah satu peserta Pilkada DKI. Seharusnya, sebagai penyelenggara Pemilu Sumarno memberikan pelayanan terbaiknya baik untuk pemilih dan peserta Pemilu.
Akibatnya, Sumarno diberikan sanksi berupa teguran peringatan lantaran yang bersangkutan tak mampu mengelola forum dengan baik sehingga salah satu pasangan calon merasa dirugikan.
"Jadi, teradu satu, Ketua KPU DKI diberi (sanksi) peringatan terkait di Hotel Borobudur. Selaku penyelenggara seyogyanya memperbaiki cara kerja dan memperbaiki komunikasi penyelenggara Pemilu dengan para peserta ataupun pemilih. Bahwa peristiwa Hotel Borobudur tersebut yang tersiar secara luas tak hanya di Indonesia tetapi juga belahan dunia lain telah menimbulkan degradasi masyarakat terhadap kemampuan penyelenggara hukum di Indonesia," kata Komisioner DKPP, Nur Hidayat Sardini di ruang Sidang DKPP, Gedung Bawaslu RI, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (7/4).
Pada rapat pleno tersebut, pasangan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok-Djarot Saiful Hidayat merasa ditelantarkan. Pasangan nomor urut tiga itu akhirnya walk out dari lokasi.