Senin 10 Apr 2017 16:36 WIB

Pemerintah Diminta Pertimbangkan Dampak Penghapusan Pajak Dividen

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nur Aini
Para pelaku pasar modal mengamati pergerakan perdagangan saham perdana tahun 2016 di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (4/1).   (Republika/Agung Supriyanto)
Para pelaku pasar modal mengamati pergerakan perdagangan saham perdana tahun 2016 di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (4/1). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom dari Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Eko Listiyanto mengatakan sebaiknya pemerintah mempertimbangkan aspek dampak rencana penghapusan pajak dividen bagi upaya pemerataan ekonomi. Sebelumnya, Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio mengusulkan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) agar pajak dividen dihapus. Penghapusan itu ditujukan untuk investor dengan saham maksimal Rp 10 juta. Kebijakan tersebut dinilai bisa mendongkrak investor dari segmen rumah tangga.

"Relaksasi di sektor keuangan dengan penurunan pajak belum tentu akan mendorong minat, karena literasi keuangan kita masih rendah," kata Eko kepada Republika,co.id, Senin, (10/4). Ia mengatakan penurunan pajak justru akan memperlebar ketimpangan. Hal ini karena pajak yang sangat rendah di sektor mana pun maupun keuangan tidak teralirkan pula ke sektor riil. "Jadi bisa saja efektif mendongkrak tapi kemungkinan ketimpangan akan melebar dan perbankan akan ikut minta insentif serupa," kata Eko. Menurutnya, penurunan pajak dividen akan turut mempengaruhi perbankan.

Sebelumnya, Tito menuturkan, di Jepang, warga yang menabung saham dalam jumlah kecil, pajak dividennya nol. Di Indonesia, ada 64 juta rumah tangga, jika pajak dividen dihapus, ia menargetkan tambahan investor hingga 1 juta.

Sesuai UU PPH Nomor 36 Tahun 2008, besarnya tarif pajak yang dikenakan atas pembagian dividen untuk Wajib Pajak (WP) Badan Usaha Dalam Negeri Dikenakan tarif pph Pasal 23 sebesar 15 persen dari penghasilan bruto sebagaimana diatur dalam pasal 23 ayat (1) huruf a UU PPh. Sedangkan WP Orang Pribadi Dalam Negeri dikenakan tarif PPh Pasal 4 ayat (2) bersifat final sebesar 10 persen dari penghasilan bruto seperti diatur dalam PP Nomor 19 Tahun 2009 tanggal 9 Februari 2009.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement