Selasa 11 Apr 2017 18:50 WIB

Komisi VI tidak Sepakat Holding Migas

Rep: Novita Intan/ Red: Winda Destiana Putri
Ladang migas
Foto: Yudhi Mahatma/Antara
Ladang migas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR bersikeras tidak menyepakati adanya aturan baru mengenai pengalihan saham BUMN sebagai cikal bakal pembentukan holding. Aturan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 72 tahun 2016 tersebut ditolak secara tegas oleh segenap jajaran parlemen.

"Kita sudah sampaikan ke Menteri Keuangan yang mewakili Menteri BUMN bahwa Komisi VI dengan tegas tidak menyepakati adanya PP 72 sebagai cikal bakal pembentukan holding," kata Wakil Ketua Komisi VI Azam Azman Natawijaya di Jakarta.

Dijelaskan Azman, pemerintah harus menghapus atau menarik kembali PP 72 tersebut karena cukup berbahaya dan berimbas besar terhadap BUMN. "BUMN bisa dialihkan ke perusahaan lain jika menggunakan PP 72 tersebut. Bisa ke perusahaan non BUMN bahkan perusahaan asing. Kita tidak ingin menyesal di kemudian hari," ujar Azam.

Lebih jauh, dia mengungkapkan, mekanisme pembentukan holding haruslah jelas. Jika menggunakan aturan PP 72 maka yang terjadi di kemudian hari adalah ketakutan BUMN dialihkan ke asing seperti PT Indosat Tbk ketika itu. "Kasus Indosat jangan sampai terulang. Jika DPR menyetujui adanya PP 72 sama saja kita memberikan cek kosong ke pemerintah dan bisa jadi bumerang bagi kita ke depan," kata Azam.

Menurut Azam, pemerintah tidak usah membahasa holding dahulu jika tetap bersikeras menggunakan PP tersebut. Ia mengungkapkan, pembentukan holding juga harus dijelaskan lebih jauh apa mekanisme dan keuntungan bagi masyarakat banyak. "Holding ini perlu pembahasan mendalam. Dijelaskan dulu apa konsepnya, seperti apa bentuknya. Karena kalau lihat holding yang sudah ada, seperti Semen itu bagus. Tapi tidak jika lihat holding Perkebunan," kata dia.

Azam mengungkapkan, DPR belum mendapatkan pencerahan dan komitmen jelas dari pemerintah untuk mendukung rencana holding migas. "Bahas dulu satu-satu jangan main bikin holding migas. Kita tak tahu apakah ini bagus apa justru menyesatkan. Jadi sebaiknya Menteri BUMN jelaskan secara rinci. Kalau holding ini bagus, tidak mungkin ada pro dan kontra seperti saat ini," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement