Rabu 12 Apr 2017 14:55 WIB

Pukat UGM: DPR tak Dukung Penuntasan Kasus KTP-El

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Bilal Ramadhan
Terdakwa kasus dugaan kkasus korupsi proyek e-KTP, Mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman (kanan), dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan dan pencatatan Sipil Sugiharto (kiri)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Terdakwa kasus dugaan kkasus korupsi proyek e-KTP, Mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman (kanan), dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan dan pencatatan Sipil Sugiharto (kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Hifdzil Alim menuturkan ada dua hal yang perlu menjadi perhatian publik terkait DPR yang ikut campur dalam perkara korupsi proyek KTP-el yang sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hifdzil menjelaskan, kalau pihak DPR ikut campur, besar kemungkinan kasus KTP-el itu memang berkaitan dengan DPR. Menurut dia, intervensi DPR menunjukkan semangat untuk menghalang-halangi pemeriksaan kasus tersebut.

"Kedua, ikut campurnya DPR itu akan menurunkan derajat DPR sebagai lembaga perwakilan," kata dia kepada Republika.co.id, Rabu (12/4).

Hifdzil juga mengatakan, seharusnya DPR merepresentasi keinginan publik untuk bersama-sama mendukung KPK membongkar kasus KTP-el. Hifdzil mengakui Undang-undang nomor 6 tahun 2011 tentang imigrasi memang memperbolehkan DPR untuk mengajukan keberatan.

Meski begitu, kata dia, nota keberatan tersebut tidak menghentikan pencegahan yang diminta KPK terhadap Ditjen Imigrasi. "Kalau mau mengajukan keberatan silakan saja. Karena keberatan itu diperbolehkan oleh undang-undang imigrasi. Tapi permohonan keberatan tidak menghentikan pencegahan," ujar dia.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan DPR RI akan mengirimkan surat nota keberatan kepada Presiden Joko Widodo atas dikeluarkannya status pencegahan bepergian keluar negeri kepada Ketua DPR RI Setya Novanto. Nota keberatan tersebut dimaksudkan agar Presiden Jokowi membatalkan pencegahan kepada Novanto.

Nota keberatan merupakan sikap resmi DPR RI atas pencegahan terhadap Novanto. Nota keberatan diawali nota protes dari fraksi Partai Golkar yang kemudian disepakati seluruh fraksi lainnya di rapat Bamus yang berlangsung hingga Selasa (11/4) malam.

Pertimbangan nota keberatan tersebut di antaranya karena pencegahan terhadap Novanto membuat kelembagaan DPR RI menjadi terganggu. Novanto yang menjabat sebagai Ketua DPR, selain memiliki posisi penting dalam struktur kenegaraan juga menjalankan fungsi diplomasi.

Pencegahan ini kata Fahri, membuat Ketua DPR RI tidak dapat menjalankan tugasnya dan mencoreng DPR RI di dunia internasional. Lantaran, ada beberapa forum internasional yang tidak bisa diwakilkan ke pimpinan DPR lainnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement