Jumat 28 Apr 2017 02:30 WIB

Target Sertifikasi Tanah Dinilai Sulit Tercapai

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Satria K Yudha
Warga mengurus sertifikasi tanah di mobil pelayanan Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah (Larista) di kawasan Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB), Jakarta, Ahad (4/10).   (Republika/Yasin Habibi)
Warga mengurus sertifikasi tanah di mobil pelayanan Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah (Larista) di kawasan Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB), Jakarta, Ahad (4/10). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Target program sertifikasi tanah yang dibuat pemerintah dinilai bakal sulit tercapai. Tahun ini, pemerintah menargetkan sertifikasi lima juta bidang tanah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang. 

Ketua Umum Forum Anti Korupsi dan Advokasi Pertanahan Anhar Nasution menilai, target tersebut terlalu tinggi dan tidak sesuai kapasitas sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki.  "Sebuah target yang amat fantastis dan fenomenal jika bisa diwujudkan. Masalahnya, apakah aparat, tenaga atau staf di kementrian mampu melaksanakannya," kata Anhar, Kamis (27/4). 

Menurut dia, pemerintah sejak 1984 sudah tidak lagi mendidik dan melahirkan petugas ukur. Dia memperkirakan, jumlah juru ukur yang dimiliki pemerintah saat ini tidak lebih dari 2 ribu orang di seluruh Indonesia. "Itu pun tidak semuanya memiliki pengetahuan yang mumpuni di bidang pengukuran," katanya. 

Mantan anggota DPR yang pernah menjadi pimpinan panja pertanahan tersebut menjelaskan, pada umumnya satu orang juru ukur hanya mampu menghasilkan kurang dari 10 sertifikat tanah dalam sebulan. Kata dia, proses pengukuran, pemetaan, penggambaran dan pengadministrasian membutuhkan waktu hingga dua pekan. 

Dia menjelaskan, untuk mengukur secara akurat, seorang juru ukur harus mengukur langsung di lapangan dengan metode pengukuran secara terestris yang memastikan mengenai letak, batas tiap bidang tanah, dan penghitungan luas.  

Bukan hanya itu, pengukuran harus juga dihadiri oleh orang atau pihak pemilik lahan di sebelah lokasi tanah yang diukur. "Harus juga ada persetujuan batas-batas bidang tanahnya dengan berita acara untuk menghindari terjadinya sengketa batas kepemilikan tanah," ujarnya. 

Anhar berharap pemerintah dapat memberikan pendampingan terhadap masyarakat yang mendapatkan sertifikasi tanah secara gratis. Jangan sampai sertifikat yang dimiliki dipakai untuk mengajukan kredit konsumtif seperti membeli kendaraan. "Ini tidak akan membawa manfaat dan menjadi pemborosan APBN," katanya. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement