REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gerakan bela negara, dinilai dapat menjaga kondusifitas daerah dari berbagai gangguan keamanan, perpecahan, atau konflik menjelang pilkada serentak di Jawa Barat pada 2018. Salah satu implementasinya, melalui konsep budaya jaga lembur.
Hal tersebut, mengemuka dalam sebuah diskusi bertajuk "Implementasi bela negara dalam konsep budaya jaga lembur" yang diselenggarakan di Hotel Bidakara Savoy Homann, Sabtu (29/4). Kegiatan ini dihadiri di antaranya oleh M Qudrat Iswara sebagai Dewan Pengarah Jaga Lembur, Ahli Hukum Tata Negara Asep Warlan, dan Budayawan Acil Bimbo.
Menurut Iswara, pada 2018, akan digelar Pemilihan Gubernur Jabar dan Pemilihan Kepala Daerah di 16 kota dan kabupaten di Jawa Barat. Bela negara dan jaga lembur, dapat menjadi alat penangkis dampak negatif dari sejumlah pilkada yang lebih dulu terjadi.
"Semoga isu negatif dari Pilkada DKI Jakarta tidak merambah ke Pilkada Jawa Barat," kata Iswara.
Iswara mengatakan, isu negatif tersebut kemungkinan memang tidak akan merambah ke Jabar. Karena, kultur Jabar berbeda dengan Jakarta. "Dan ini, bisa diatasi dengan jaga lembur dan bela negara," katanya.
Menurut Iswara, bela negara ini dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab dan kecintaan masyarakat terhadap daerahnya. Karena, berdasarkan sejarah, di Jawa Barat setidaknya terdapat tiga kali kerusuhan, yakni pada 1963, 1973, dan 1998.
Namun, konflik-konflik yang di antaranya akibat isu SARA tersebut berhasil diselesaikan dengan menjunjung tinggi Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan budaya luhur Sunda. Dari sejarah tersebut, semuanya bisa gali lagi sehingga konteks jaga lembur melalui bela negara bisa digalakan.
"Konsep jaga lembur ini, sudah menjadi kebijakan bagi Bandung yang harus diikuti semua level," kata Iswara.
Dalam kesempatan tersebut, Acil Bimbo mengatakan jaga lembur tergantung kepada pihak intelektual dan gerakan masyarakatanya. Peningkatan fungsi dua unsur utama ini, masih menjadi PR besar masyarakat Bandung atau Jawa Barat.
"Bangsa kita tidak memiliki konsep budaya yang jelas. Diharapkan ada rujukan yang benar ketika kita menyebut budaya bangsa," katanya.