REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Para taruna Australia yang sedang menempuh pendidikan militer di Australian Defence Force Academy (ADFA) - University of New South Wales (UNSW) dan belajar bahasa Indonesia, ternyata sangat berbakat bermain gamelan Jawa dan Bali.
Kemampuan itu mereka buktikan ketika berkunjung ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Canberra, Sabtu (29/4) lalu. Para taruna ini memainkan Gending Ricik-ricik Banyumasan dengan laras Pelog Pathet Barang dan Gending Tabuh Gilak.
Meski umumnya baru pertama kali bermain gamelan, namun tingginya animo untuk dapat memainkan berbagai alat musik tradisional tersebut, membuat mereka sangat cepat menyerap arahan dari Soegito dan I Gede Eka Riadi, dua staf dan pelatih gamelan dari KBRI Canberra.
Tak heran jika hari itu, sebanyak 26 taruna militer Australia begitu bangga dapat bermain gamelan dengan baik. Nicholas Warouw, pengajar bahasa dan studi Indonesia di kampus tersebut tak dapat menyembunyikan kekagumannya terhadap keterampilan mahasiswanya bermain gamelan.
Begitu antusiasnya, sehingga membuat Connie salah satu taruna dari Angkatan Laut Australia, bahkan mengaku tertantang untuk belajar nada yang lebih sulit.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Montana."Saya senang sekali berkesempatan memainkan gamelan lagi. Iramanya dapat membuat orang merasa damai", ujar taruna Angkatan Udara yang berasal dari negara bagian Victoria dan pernah belajar gamelan di Indonesia dan belajar bahasa Indonesia sejak di bangku SMA ini.
Yang tak kalah hebatnya adalah mereka juga mempraktikkan kemampuan berbahasa Indonesia dalam sesi tanya jawab.
Usai memperkenalkan diri dalam Bahasa Indonesia, beberapa taruna menanyakan sejumlah hal kepada Kuasa Usaha Ad-Interim (KUAI) atau Acting Duta Besar RI untuk Australia, MI Derry Aman, Atase Pertahanan Brigjen TNI (Marinir) Widad Prasojo Aji dan Atase Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Ronny Rachman Noor. Emily misalnya, taruna Angkatan Darat ini menanyakan dalam bahasa Indonesia mengenai keberadaan dan peran taruna perempuan di Indonesia saat ini.
Penguasaan Bahasa Indonesia
Menurut Plt Dubes RI, MI Derry Aman, penguasaan bahasa Indonesia sangat signifikan dimiliki oleh para taruna militer Australia. Terlebih lagi, hubungan dan kerjasama militer kedua negara yang intensif dan terus berkembang.
"Indonesia dan Australia adalah dua negara bertetangga yang memiliki kemitraan strategis di berbagai bidang. Sebagai calon pemimpin masa depan Australia, kemampuan memahami bahasa Indonesia akan sangat membantu karir dan sekaligus membangun saling memahami, menghargai dan menghormati hubungan kedua negara", tutur Derry Aman.
Bahasa Indonesia merupakan satu-satunya bahasa asing yang diajarkan di ADFA-UNSW. Saat ini, untuk tahun pertama, para taruna yang mengambil bahasa Indonesia diajarkan selama 3 jam setiap minggunya.
Setiap tahun, sebagian di antara mereka dikirim ke berbagai kota di Indonesia untuk memperdalam kemampuan bahasa Indonesia mereka. Tahun ini, sekitar bulan September, akan ada pengiriman 10 taruna ke Yogyakarta. Tak heran jika kemampuan berbahasa Indonesia para taruna ADFA Australia begitu mengesankan.
Tahun 2016 lalu misalnya, salah satu tarunanya, yakni Sean M Gallagher bahkan berhasil menyabet juara pertama lomba pidato Bahasa Indonesia se-Australia yang digelar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta menjadi salah satu wakil Australia yang diundang oleh Pemerintah Indonesia untuk menghadiri Upacara Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI di Istana Negara.
Menurut Minako Sakai, dosen di ADFA-UNSW yang memimpin kunjungan para taruna Australia ini, program latihan gamelan merupakan aktivitas yang sangat berharga untuk mengenal budaya Indonesia dan memotivasi belajar bahasa Indonesia.
"Para taruna Australia perlu menjalin komunikasi dan kemitraan secara lebih erat dengan Indonesia, baik dalam perspektif strategis, diplomatik maupun kultural", tambah wanita berdarah Jepang yang sangat fasih berbahasa Indonesia yang pada hari itu mengenakan kebaya batik beserta selendangnya.
Kunjungan para taruna militer Australia yang disertai beberapa siswa dari negara lain, yakni Amerika, Filipina dan Vietnam ini, ditutup dengan makan siang bersama dengan menu sayur asem, tahu dan tempe bacem serta empal daging khas Jogjakarta.
*Sumbangan tulisan Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Canberra Ronny Rachman Noor.