Sabtu 06 May 2017 08:26 WIB

Ini Kata Adhyaksa Dault Soal Gerakan yang Ingin Mengganti Pancasila dan NKRI

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Nidia Zuraya
Ketua Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka Adhyaksa Dault
Foto: Dok. Kwarnas Pramuka
Ketua Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka Adhyaksa Dault

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka, Adhyaksa Dault mengunggah video klarifikasi terkait video Hizbut Tahrir Indonesia di laman Youtube-nya. Adhyaksa juga mengatakan, kalau ada gerakan yang merongrong pancasila dan mengganti Undang-Undang Dasar 1945, dia akan berada di depan menghadapi mereka.

“Kalau ada gerakan yang merongrong pancasila, mengganti Undang-Undang Dasar 1945, kami Pramuka duluan di depan menghadapi mereka. Ingat itu,” tegas Adhyaksa Dault, dalam video yang diunggah di laman YouTube-nya, Kamis (4/5).

Berdasarkan rilis yang diterima Republika, Jumat (5/5) malam, Adhyaksa menjelaskan, pancasila susah payah dirumuskan oleh para founding father dan sejarah bangsa Indonesia telah membuktikan kesaktian pancasila. Gerakan Pramuka dengan jumlah anggotanya lebih dari 17 juta orang berada di garda terdepan untuk menjaga dan merawatnya.

Dia juga menjelaskan, Kwarnas Gerakan Pramuka sendiri fokus dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada generasi muda. Bulan Oktober tahun 2015, Kwarnas Gerakan Pramuka mengadakan Peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat, dengan tema “Pancasila dan Kita.”

Ketika itu ditampilkan foto-foto terbaik karya Pramuka, video-video dan monolog Cut Nyak Dien yang dibawakan artis peran Ine Febriyanti dan puisi dibawakan pemain teater senior, Sari Madjid, keduanya adalah Andalan Nasional Kwarnas Gerakan Pramuka. Hadir saat itu mantan Wakil Presiden RI, Try Sutrisno dan istri, serta puluhan tokoh dari berbagai macam latar belakang.

“Setiap tahun kami berdiskusi di rumah beliau (Try Sutrisno) supaya bagaimana Pramuka ini menjadi garda terdepan bagi anasir-anasir, para komunis, para ekstrim yang akan merubah dasar negara kita, kita paling depan,”tuturnya.

Karena itu, Adhyaksa menilai bahwa tuduhan anti-pancasila pada dirinya adalah hal naif. Pasalnya, daftar riwayat hidup dan kiprahnya selama ini untuk bangsa Indonesia membuktikan bahwa dirinya cinta NKRI.

Ketika menjadi Ketua Umum DPP KNPI tahun 1999 dan terjadi perdebatan mengenai bentuk negara yang dianut oleh Indonesia, Adhyaksa mengambil inisiatif mengumpulkan para tokoh nasional. Mereka membubuhkan tanda tangannya sebagai tanda kebulatan tekad NKRI harga mati.

“Dan saya minta kepada saudara saya, Dharma Oratmangun, membuat sebuah lagu berjudul Jangan Robek Merah Putihku. Itu awal reformasi. Dan tanda tangan itu terpatri di DPP KNPI,” terangnya.

Ketika menjadi Menpora Periode 2004-2009, Adhyaksa setiap hari Jumat mewajibkan pegawainya yang beragama muslim untuk mengaji. Di hari yang sama, dia juga mewajibkan  kebaktian retreat bagi pegawainya yang beragama kristen di kantor yang sama.

“Dan setiap tahun dari gaji saya, saya potong, saya ambil, saya kumpulkan, saya berikan kepada 2 orang untuk naik haji, 1 orang yang katolik saya kirimkan ke Lourdes, 1 orang yang kristen saya kirimkan ke tanah suci mereka di Yerussalem,” katanya menambahkan.

“Kenikmatan yang Tuhan berikan pada bangsa ini setelah keimanan adalah tanah air Indonesia,” ujar mantan Menpora Periode 2004-2009 ini.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement