REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menurut warga setempat, komunitas Muslim tiba di Semenanjung Korea pada 1024 di Kerajaan Goryeo. Sebanyak 100 orang tiba termasuk Hasan Raza sekitar September tahun ke-15 raja Hyeonjong berkuasa di Goryeo. Kemudian 100 orang pedagang Muslim kembali tiba pada tahun berikutnya.
Perdagangan kedua negara berlanjut hingga abad ke-15. Mereka pun akhirnya banyak yang menetap di Korea, terutama Muslim Timur dan Asia Tengah. Beberapa Muslim Hui dari Cina juga menetap di Kerajaan Goryeo. Kontak dengan masyarakat Muslim terus berlanjut. Pada akhir periode Goryeo dibangunlah sebuah masjid di ibu kota Kaesong bernama Yekung.
Setelah penaklukan Mongol terhadap wilayah-wilayah kekuasaan Islam pada 1270, tak terkecuali Baghdad, Muslim masuk di wilayah Korsel secara signifikan. Namun, selama berabad-abad kehadiran Islam tidak berdampak apa pun terhadap warga setempat. Baru pada awal abad ke-20 Islam mengalami kebangkitan kedua.
Dengan aneksasi Jepang di Semenanjung Korea pada 1910, lebih dari satu juta orang Korea melarikan diri ke Cina dan mereka bertemu dengan komunitas Muslim Cina. Pada dekade berikutnya beberapa orang Korea masuk Islam dan akhirnya kembali setelah pembebasan negara tersebut pada 1945.
Perang Korea 1950-1953 adalah periode berikutnya di mana Islam mulai memiliki dampak nyata bagi masyarakat Korsel. Setelah invasi Korea Utara, PBB memobilisasi kekuatan multinasional untuk membantu pertahanan Korsel.
Turki adalah salah satu negara yang menanggapi permintaan ini dan mengirim lebih dari 5.000 tentara. Bantuan Turki kemudian berpengaruh terhadap sikap Korsel terhadap Turki dan Islam.
Selain berperang melawan Korea Utara, tentara Turki juga banyak mengislamkan warga Korsel. Bersama dengan Imam Abdulgafur Karaismailoglu yang mendampingi pasukan Turki dan Muslim Korea pertama (mereka yang tinggal di Cina selama era penjajahan Jepang) membentuk Yayasan Komunitas Muslim Korea.