Sabtu 13 May 2017 18:59 WIB

'Kurikulum Indonesia Diarahkan Penuhi Dunia Kerja'

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Winda Destiana Putri
Suasana bekerja di kantor (ilustrasi)
Foto: Entrepeneur
Suasana bekerja di kantor (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rektor Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka, Suyatno menilai kurikulum pendidikan di Indonesia diarahkan untuk memenuhi dunia kerja. Menurutnya, kurikulum di Tanah air terlalu teknis-administratif dan berorientasi terkait pekerjaan.

"Kurikulum diarahkan untuk memenuhi dunia kerja, belum untuk membangun peradaban," kata dia saat seminar nasional bertema 'Kurikulum Kehidupan Menuju Revolusi Pendidikan', di aula Universitas Muhamnadiyah Prof Dr Hamka, di Jakarta, Sabtu (13/5).

Selain itu orientasi pada outcome, belum pada kehidupan jangka panjang, apalagi perjalanan sesudah kematian. Padahal, kata dia, hanya orang pandai yang bisa merubah dunia. Ia mengutip pernyataan mantan presiden Afrika Selatan Nelson Mandela bahwa pendidikan adalah senjata paling ampuh yang anda gunakan untuk mengubah dunia.

"Namun, supaya pandai tentunya didukung dengan kurikulum yang bagus," katanya. Ia mengutip pernyataan Ki Hajar Dewantara bahwa pendidikan harus disesuaikan dengan kepentingan rakyat, nusa, dan bangsa, kepentingan hidup kebudayaan dan hidup kemasyarakatan dalam arti seluas-luasnya.

Bapak pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara, kata dia, juga mengingatkan adanya perbedaan bakat dan keadaan hidup antara anak didik yang satu dengan yang lain termasuk daerah pertanian, perdagangan, pelayaran dan lainnya. Pria yang juga pendiri Taman Siswa saat itu, kata Suyatno, mengingatkan diadakannya diferensiasi untuk memperbesar kemanfaatan bagi anak didik maupun masyarakat, dan negara.

"Artinya ada kurikulum nasional dan lokal yang hidup dalam perbedaan," katanya. Ia juga mengutip pernyataan almarhum sastrawan Buya Hamka, inti pendidikan adalah pembenukan akhlak yang menjadi kebutuhan bangsa hari ini. Sehingga ia berharap sistem pendidikan Indonesia harus dibenahi menjadikan manusia sebagai khilafah (pemimpin) dan bersifat rahmatan lil alamin (membawa rahmat dan kesejahteraan) supaya tidak terjadi gesekan konflik.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement