REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah tokoh lintas agama bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) siang ini di Istana Merdeka. Kepada Jokowi, Sekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Helmi Faisal Zaini akan menyampaikan sejumlah hal termasuk upaya untuk mempersatukan umat.
Helmi mengatakan, agar dilakukan pemetaan di sejumlah wilayah terkait paham-paham yang berpotensi radikal dan memicu perpecahan masyarakat. "Harus ada pemetaan. Sebetulnya, sebaran paham-paham yang mengganggu Pancasila itu dimulai dari mana. Jadi kita cluster dulu," katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (16/5).
Dikatakan Helmi, berdasarkan penelitian dari sebuah lembaga disebutkan bahwa empat persen dari penduduk di Indonesia mendukung gerakan ISIS. Karena itu, bibit-bibit gerakan tersebut haruslah mulai dipetakan. "Jadi, daerah-daerah yang memang memerlukan penanganan, itu memang harus ada terapinya," kata dia.
Helmi juga menyampaikan, paham-paham berpotensi radikal justru ditemukan di masyarakat perkotaan dan di kampus-kampus. Sedangkan di masyarakat pedesaan, tak ditemukan adanya paham yang radikal.
Dia juga membandingkan khutbah-khutbah Jumat yang disampaikan di daerah pedesaan dan di perkotaan. Menurutnya, khutbah di daerah perkotaan seperti di masjid milik pemerintah, justru bernada keras. Sedangkan, khutbah yang disampaikan di daerah pedesaan justru mengajak pada persatuan dan kesatuan.
"Khutbah-khutbah Jumat di perkampungan, tidak ada yang mengajak, katakanlah dengan nada keras ya. Semuanya mengajak persatuan dan kesatuan. Kalau di perkotaan, bahkan di masjid-masjid pemerintah, masjid BUMN, itu justru khotibnya keras-keras itu," ucapnya.