REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ateisme sudah menjadi gejala di berbagai belahan dunia. Survei yang dilakukan di beberapa negara menunjukkan pilihan warga untuk mencontreng non-religion saat mengisi kuisioner.
Di Inggris, survei yang dilakukan profesor teologi dan sosiologi agama di Universitas St Mary, Twickenham, Stephen Bullivant, mengungkap hampir 50 persen penduduk Inggris tidak beragama. Para pengisi kolom tidak beragama dikenal sebagai "nones". Populasi mereka saat ini sudah berada di angka 48,6 persen.
Di Australia, banyak warga dilahirkan dalam keadaan beragama, tetapi tidak lagi mempraktikkan ajaran agama. Hasil sensus 2011 membuktikan itu. Ada 4,79 juta warga Australia mengaku tidak beragama. 'No religion' menempati peringkat ke-2 (22,3 persen). Sementara, Katolik Roma masih berada di urutan pertama (25,3 persen). Di negeri kanguru, banyak gereja juga sudah berubah fungsi karena sepi pengunjung. Tidak jarang ada gereja yang justru beralih fungsi menjadi klub diskotek.
Di Indonesia, ateisme memang tidak populer. Negara berdasarkan Pancasila yang menempatkan Ketuhanan yang Maha Esa ini membuat kaum ateis seolah tidak mendapat tempat di Tanah Air. Meski demikian, survei Gallup yang dilakukan pada 2014 lalu menunjukkan, ada sekitar 15 persen responden asal Indonesia yang mengaku tidak religius sementara dua persen lainnya tidak masuk kategori apa pun. Dalam survei ini, sebanyak 82 persen warga Indonesia mengaku masih religus.
Ateisme punya jejak sejarah panjang di bumi ini. Di dalam literatur sejarah klasik, nama Baron d'Holbach mungkin tercatat sebagai filosof pertama yang mendeklarasikan diri sebagai paham yang tidak bertuhan. Pada tahun 1770, penulis berkebangsaan Prancis ini menerbitkan bukunya Systeme de la nature. Dalam buku tersebut, d'Holbach menegaskan, hukum mekanis sebab akibat yang membangun sistem fisika dalam alam semesta. Bukan diciptakan oleh Tuhan. Dia pun menegaskan, Kekristenan dan agama lainnya bertentangan dengan kemajuan moral kemanusiaan.
Ateisme semakin populer saat Karl Marx, pelopor komunisme menerbitkan Das Capital pada 1867. Marx mengatakan, agama adalah candu bagi masyarakat karena membius mereka untuk tidak mengatasi kesulitan ekonominya. Hingga sekarang, komunisme dipraktikkan di beberapa negara seperti Rusia dan Cina.