REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, dalam amar putusan kasus suap terkait proyek satelit monitoring di Bakamla RI menolak status justice collaborator (JC) terakwa, Fahmi Darmawansyah. Majelis hakim menilai suami dari artis Inneke Koesherawati ini berperan sebagai pelaku utama dalam kasus suap yang membuatnya divonis bersalah dengan hukuan dua tahun delapan bulan penjara.
Majelis hakim yang diketuai Yohanes Priyana ini berpendapat sama dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) bahwa permohonan JC dari terdakwa tidak bisa dikabulkan. Lantaran, Fahmi dalam kasus ini merupakan pelaku utama sekaligus inisiator pemberian suap kepada empat pejabat di Bakamla. “Majelis hakim sependapat dengan penuntut umum bahwa permohonan justice collaborator terdakwa tidak dapat dikabulkan," kata hakim saat membacakan amar putusan untuk terdakwa Fahmi di PN Tipikor Jakarta, Rabu (24/5).
Baca juga, Penyuap Pejabat Bakamla RI Divonis 2 Tahun 8 Bulan Penjara.
Adapun hal yang memberatkan vonis Fahmi, yaitu karena dia tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Fahmi, dalam amar putusan yang dibacakan hakim, juga dinilai telah keliru karena membenarkan prosedur yang salah. "Seharusnya terdakwa sebagai pengusaha muda berupaya membiasakan mengikuti prosedur yang benar untuk mendapatkan pekerjaan suatu proyek sesuai dengan ketentuan yang berlaku," papar hakim.
Sementara hal yang meringankan hukuman Fahmi yaitu karena terdakwa belum pernah dihukum, berterus-terang, menyesali perbuatannya, dan mempunyai tanggungan keluarga satu istri dan dua orang anak berusia sembilan dan enam tahun. Selain itu, Fahmi dinilai masih memiliki niat baik karena menghibahkan tanahnya sebagai lokasi penempatan satelit monitoring Bakamla RI di daerah Semarang.
Fahmi sebagai direktur utama PT Melati Technofo Indonesia divonis dua tahun delapan bulan penjara dan denda Rp 150 juta oleh majelis hakim PN Tipikor Jakarta, Rabu. Vonis ini lebih rendah dari tuntutan JPU KPK yang sebelumnya menuntut empat tahun dan denda Rp 200 juta. "Menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun dan 8 bulan penjara dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan," tutur Yohanes saat membacakan amar putusan.