REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menduga, pencabutan banding yang dilakukan Ahok adalah untuk mempermudah dirinya mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Sebab, dengan dicabutnya proses banding, Ahok bisa mempersingkat waktu mengajukan PK ke MA.
Fickar melanjutkan, jika benar Ahok mengajukan PK, strategi tersebut lebih realistis ketimbang banding. Sebab, jika dia ngotot mengajukan banding, risiko terburuknya adalah penolakan hingga penambahan vonis jadi lebih panjang dibanding vonis sebelumnya yang hanya dua tahun penjara.
"Preseden di masa lalu memang untuk penodaan agama hampir semua pelaku dihukum lebih dari dua tahun. Mungkin Ahok atau keluarga takut ini akan terjadi jika kalah di tahap banding. Makanya mereka memilih untuk mencabutnya," kata Fickar saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (24/5).
Fickar menambahkan, jika mengajukan PK, Ahok bisa menempuh salah satu dari dua alasan. Pertama karena dilatari bukti-bukti baru. Kedua, karena ada kekeliruan dalam putusan atau vonis majelis hakim. Dalam kasus ini, kata Fickar, alasan kedua lebih masuk akal digunakan oleh kuasa hukum Ahok.
"Mereka bisa berargumen bahwa majelis hakim mengabaikan pembelaan atau bukti-bukti yang diajukan," ucap Fickar.
Sebelumnya, Keluarga Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mencabut banding terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara, yang memvonis dirinya bersalah atas penodaan agama dengan dua tahun penjara. Pembacaan surat yang berisi pencabutan banding tersebut dilakukan oleh Istri Ahok, Veronica Tan pada Selasa (23/5).