REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keungan (BPK) RI akan melakukan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) untuk mengaudit proses pengadaan sejumlah alat utama sistem persenjataan (Alutsista) di Kementerian Pertahanan. Menanggapi rencana audit BPK ini, Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu mempersilakan audit yang akan dilakukan oleh BPK selama tak melanggar aturan undang-undang.
“Begini ya kalau ada aturan silakan saja. Kalau aturan tidak boleh, jangan. Melanggar UU,” kata Ryamizard di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (30/5).
Menurutnya, audit pengadaan proyek alutsista di Kementerian Pertahanan dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pertahanan. Perubahan harga pengadaan alutsista, kata dia, dapat dilakukan dengan investigasi.
“Kan ada Irjen. Kan dia yang mengaudit dong. Begini ya, itu kan harga-harga sudah ada kita lihat saja kenapa berubah, tanya,” ujarnya.
Kemenhan pun, kata dia, terus berkoordinasi dan bekerja sama dengan BPK dalam melakukan pengawasan dan audit pengadaan alutsista.
“Kita kan koordinasi terus dengan BPK. Kita ada satgas kok. Mengadakan itu ada satgas, nggak main-main dan koordinasi dengan BPK. Yang mengaudit memang BPK, dirapatkan. Kalau ada KPK dan lain-lain saran dari BPK. Intinya kita kerja sama,” ujar Ryamizard.
Sebelumnya, BPK menyampaikan menyiapkan tim untuk mengaudit proses pengadaan sejumlah alat utama sistem persenjataan (Alutsista) di Kementerian Pertahanan. Anggota I BPK, Agung Firman Sampurna mengatakan, pembentukan tim ini salah satunya juga untuk menginvestigasi pembelian helikopter Agusta Westland (AW) 101.
Rencana audit BPK ini akan dilakukan pada bulan ini. Seperti diketahui, pembelian helikopter AW 101 diduga menimbulkan kerugian negara sekitar Rp 220 miliar. Dalam kasus ini, KPK juga telah mengumumkan tiga tersangka pengadaan AW 101.