REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Muhammadiyah, Din Syamsuddin mengatakan, kondisi nasional bangsa ini ada yang mengatakan sedang gonjang-ganjing atau carut marut. Ada tiga hal yang menyebabkan hal itu bisa terjadi.
Pertama, kealfaan kita dalam menerapkan nilai-nilai Pancasila. Kealfaan tersebut karena masyarakat ada yang terjebak pada romantisme Pancasila sehingga dari sikap yang demikian ada yang menuduh kelompok lain sebagai kelompok anti-Pancasila.
Kedua, ada masyarakat yang trauma kepada Pancasila. Kelompok ini merasakan bagaimana penerapan Pancasila pada masa lampau yang tak pernah muncul dalam kehidupan bahkan Pancasila diselewengkan pada masa itu.
Ketiga, ada yang kritis terhadap Pancasila sebagai ideologi terbuka di satu sisi, di sisi yang lain munculnya adanya anggapan ada ideologi lain sebagai ideologi yang lebih baik.
Hal tersebut dia sampaikan saat menjadi pembicara dalam Konferensi Nasional Etika Kehidupan Berbangsa, Rabu, (31/5), di Gedung Nusantara IV, Komplek Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta. Ketiga hal tadi, menurut Din, diperburuk oleh kegagalan pemerintah dalam menerapkan Pancasila sehingga sistem kita dirasuki oleh nilai-nilai lain. "Untuk itu konferensi Etika ini sangat penting," ujarnya.
Untuk itu, Pancasila, menurut Din, harus diaktualkan. Kata Din, dalam menjalankan Pancasila bisa dilakukan dengan pendekatan agama. "Karena dalam Pancasila ada Sila I," ujarnya.
Untuk itu ditegaskan Din, tak boleh memisahkan agama dengan negara. Agama bagi Din tak boleh dijadikan sasaran pembangunan tetapi harus menjadi sarana pembangunan.
Dalam kesempatan itu Din mengusulkan, pertama, bangsa ini harus menekankan pendidikan yang diarahkan pada nilai. "Ini yang belum kita lakukan," ujarnya.
Kedua, menurut Din, kita harus ada kemauan dan kemampuan mensenyawakan Pancasila dalam setiap tataran pembangunan. Ketiga, adanya keteladanan. Bila itu tak dilakukan, maka ia khawatir Pancasila hanya akan diseminarkan dan diseremonialkan.