Ahad 04 Jun 2017 05:31 WIB

Konflik Satukan Umat Kristen dan Islam di Marawi

Rep: Kabul Astuti/ Red: Ani Nursalikah
Warga Muslim Marawi mengantre untuk menerima bantuan di pusat evakuasi di Balo-, Provinsi Lanao del Norte di selatan Filipina, Rabu, 31 Mei 2017. Pertempuran terus berlangsung di Kota Marawi, Filipina melawan militan ISIS.
Foto: AP Photo/Bullit Marquez
Warga Muslim Marawi mengantre untuk menerima bantuan di pusat evakuasi di Balo-, Provinsi Lanao del Norte di selatan Filipina, Rabu, 31 Mei 2017. Pertempuran terus berlangsung di Kota Marawi, Filipina melawan militan ISIS.

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Di tengah konflik sektarian berdarah, ada kepercayaan antaragama tanpa pamrih. Cara Muslim melindungi warga Kristen di Marawi dan kaum Kristen melindungi penduduk Muslim di Iligan sungguh mengharukan. Sebuah situasi yang tak pernah terlihat lagi selama empat dekade.

Seorang militan Islam bertopeng hitam berjaga di jembatan, satu-satunya jalan keluar dari Kota Marawi yang terkepung, mencari sandera Kristiani. Seorang pastor telah diculik. Tapi dengan mempertaruhkan nyawa, seorang pemimpin Muslim menyembunyikan belasan orang Kristen di penggilingan padi.

"Dia memberi mereka pelajaran. Bagaimana menanggapi pertanyaan, melafalkan doa, memakai jilbab, dan mengucapkan salam assalamu'alaikum," kata uskup kota itu, Edwin de la Pena, dilansir dari Guardian, Sabtu (3/6).

Berkat itu, beberapa orang berhasil lolos. Namun, ada penganut Kristen yang ketika ditanya mengatakan mereka beragama Kristen sehingga ditarik keluar untuk dibunuh dan dibuang ke jurang.

Sekelompok orang yang mengaku pendukung ISIS telah membuat kerusuhan di Marawi, Mindanao, Filipina. Mereka meninggalkan katedral dan mayat-mayat terbakar bergelimpangan di belakang mereka. Presiden Rodrigo Duterte telah mengumumkan darurat militer di Mindanao untuk memulihkan situasi.

Sebagian besar dari 200 ribu penduduk kota telah melarikan diri ke Kota Iligan, 38 kilometer arah pantai. Komunitas Islam dan Kristen di kedua kota itu memiliki masa lalu yang retak. Penjajah Spanyol dan Amerika merampas permukiman Muslim dan melakukan konversi massal. Beberapa pembantaian berdarah masih terjadi pada awal 1970.

Ketidakpercayaan masih melekat menyelimuti kedua komunitas, di tengah upaya rekonsiliasi. Kaum militan berusaha menyebarkan kebencian di tengah masyarakat. Tapi, de la Pena mengatakan, hal sebaliknyalah yang terjadi.

Terutama, saat orang-orang belajar tentang Muslim yang membantu orang Kristen melarikan diri. Gereja Katolik di Iligan, beserta warga kota itu mulai melindungi ratusan keluarga Muslim.

"Ini sesuatu yang tidak diharapkan oleh para militan. Mereka berusaha memecah-belah kami, tapi pada akhirnya strategi mereka membuat kami bersatu," ujarnya. Di beberapa hotel di Iligan, tampak koridor-koridor dipenuhi pengungsi Marawi.

Edgar Aguillar, seorang relawan yang datang dari Manila bahkan menyadari perlunya makanan halal kaum Muslim yang mereka lindungi. Ia pun mengganti panci dan pisau baru yang belum terkena daging babi.

Hal itu dibenarkan Jamel Abdul Panaraag (40 tahun) yang melarikan diri dari Marawi bersama istri dan ketujuh anaknya dengan sebuah jip tua."Orang-orang Kristen membantu kami," ucapnya.

Wakil Wali Kota Iligan, Jemar Vera Cruz menyatakan patroli keamanan telah ditingkatkan menyusul meningkatnya eskalasi bahaya. Ia pun mengaku terharu dengan tanggapan warga kota terhadap para pengungsi Muslim.

"Ini telah menyatukan banyak orang. Jika Anda datang ke Iligan, kami akan menjagamu," kata Vera Cruz.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement