REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah meminta seluruh lembaga jasa keuangan untuk secara otomatis melaporkan informasi keuangan nasabah yang memiliki saldo rekening di atas Rp 200 juta. Pelaporan ini merupakan satu langkah yang harus dilakukan Indonesia dalam rangka mengikuti era keterbukaan informasi keuangan bersama 100 negara lain di dunia, demi mempersempit ruang penghindar dan pengelak pajak.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, angka Rp 200 juta yang ditetapkan sebagai batas saldo untuk pelaporan oleh perbankan kepada otoritas pajak sudah melalui pertimbangan yang masak. Menurutnya, ada 2,3 juta rekening di Indonesia yang memiliki saldo di atas Rp 200 juta di dalamnya. Angka pun mewakili 1,14 persen dari seluruh rekening yang ada d Indonesia.
Sri menyebutkan, bagi pemerintah informasi yang diperoleh dari pelaporan bisa memberikan gambaran mengenai keseluruhan potensi perpajakan, termasuk berapa jumlah pembayar pajak, potensi aset, dan informasi lainnya. "Jadi, informasinya lebih kepada untuk melihat seluruh struktur perekonomian Indonesia," ujar Sri usai menghadiri Sidang Paripurna di DPR, Selasa (6/6).
Sri juga mengatakan, mayoritas masyarakat yang memiliki saldo di atas Rp 200 juta adalah masyarakat yang penghasilannya sudah dipotong pajak. Ia meminta masyarakat tak perlu khawatir dan merasa takut bila saldonya "diintip" oleh otoritas pajak. Sri menekankan, selama penghasilan yang diperoleh sudah melalui prosedur perpajakan yang benar, masyarakat tak perlu khawatir.
"Masyarakat mayoritas yang Rp 200 juta itu adalah mereka yang biasanya sudah melakukan kepatuhan pajak, membayar berdasarkan pajak penghasilan yang sudah dipotong. Jadi, sebetulnya masyarakat tidak perlu khawatir," ujarnya.
Mulai 31 Mei 2017 lalu, pemerintah memberlakukan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Beleid tersebut dibuat untuk mengatur lebih rinci mengenai mekanisme pertukaran informasi, sekaligus memastikan bahwa data keuangan yang dipertukarkan tidak disalahgunakan.
Sri menjelaskan, terdapat lima jenis data terkait nasabah yang wajib dilaporkan oleh lembaga jasa keuangan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Kelimanya adalah identitas pemegang rekening keuangan, nomor rekening keuangan, identitas lembaga keuangan, saldo rekening keuangan pada akhir tahun kalender, dan penghasilan terkait rekening keuangan. Rinciannya, identitas pemegang rekening keuangan harus mencakup nama, alamat, negara domisili untuk kepentingan pajak, tempat dan tanggal lahir bagi orang pribadi, serta identitas pengendali bagi entitas. Sementara penghasilan terkait dengan rekening keuangan harus mencakup bunga, dividen, dan jumlah lain yang dibayarkan atau dikreditkan ke rekening keuangan.
Terkait dengan batasan saldo yang harus dilaporkan, pemerintah mengacu pada aturan yang dibuat oleh Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD). Aturan ini kemudian dituangkan kembali dalam PMK terbaru yang dirilis Kemenkeu tentang keterbukaan informasi keuangan ini. Mengacu pada perjanjian internasional, bagi rekening keuangan yang dimiliki oleh entitas dan telah dibuka sebelum 1 Juli 2017, maka agregat saldo yang harus dilaporkan adalah di atas 250 ribu dolar AS atau Rp 3,32 miliar. Sedangkan bagi rekening keuangan lainnya, tidak ada batasan minimal saldo yang harus dilaporkan.
Sementara di dalam negeri, sektor perbankan harus melaporkan informasi keuangan yang dimiliki oleh orang pribadi dengan agregat saldo paling sedikit Rp 200 juta. Sedangkan bagi entitas atau badan usaha, tidak ada batas minimal saldo yang harus dilaporkan. Nilai batas saldo minimal juga diterapkan untuk sektor perasuransian dan perkoperasian. Sektor pasar modal dan perdagangan berjangka komoditas tidak memiliki batasan saldo minimal. Pemerintah mencatat, jumlah saldo rekening yang menyimpan saldo di atas Rp 200 juta sebanyak 2,3 juta rekening atau 1,14 persen dari jumlah penabung di Indonesia. "Kalau akun ini berasal dari gaji tetap yang diperoleh dan sudah dipotong dari PPh (Pajak Penghasilan) sebetulnya tidak perlu takut," ujar Sri.