Rabu 14 Jun 2017 23:11 WIB

Minim, Literatur Islam di Kosta Rika

Rep: Wachidah Handasah/ Red: Agung Sasongko
Muslim Kosta Rika usai melaksanakan shalat di Islamic Center Kosta Rika, Calle Blancos, Distrik Guadalupe.
Foto: ticotimes.net
Muslim Kosta Rika usai melaksanakan shalat di Islamic Center Kosta Rika, Calle Blancos, Distrik Guadalupe.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Di Kosta Rika dan negara-negara Karibia lainnya memang belum banyak literatur yang mampu menjelaskan Islam secara mendalam. Umat Islam di wilayah tersebut sudah merasa cukup beruntung dengan memiliki Alquran terjemahan bahasa lokal yang diterbitkan pada awal 1990. Alquran ini diterjemahkan ke dalam bahasa Papiamento atau Papiamentu, salah satu bahasa yang paling banyak digunakan oleh masyarakat kepulauan Karibia.

Penerjemahan Alquran ini disponsori oleh pengusaha Muslim di Cruzao, Naser Hakim. Pekerjaan menerjemahkan itu membutuhkan waktu tujuh tahun dengan melibatkan sekitar 25 penerjemah dan ahli bahasa. Menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa Papiamento ternyata bukan persoalan mudah. Sebab, terkadang sulit menemukan padanan kata bahasa Arab ke dalam bahasa Papiamento yang tidak memiliki kosakata cukup banyak.

Di tengah keterbatasan itu, Muslim Kosta Rika berusaha menampilkan Islam sebagai agama yang sarat ajaran positif. "Kami menjalankan ibadah dengan baik dan meningkatkannya saat Ramadhan. Kami belajar toleransi, menghargai dan mengasihi sesama makhluk hidup," kata Sasa. Dengan demikian, diharapkan akan semakin banyak warga setempat yang tertarik menjadi Muslim.

 

Dari hari ke hari, jumlah Muslim di Kosta Rika maupun Karibia memang terus meningkat. Saat ini, jumlah umat Islam di wilayah Kepulauan Karibia mencapai sekitar 400 ribu jiwa dan di antara mereka adalah mualaf. Yvonne Hadad, guru besar sejarah Islam di Georgetown University, mengatakan, kebanyakan mualaf di wilayah tersebut adalah perempuan. Kecenderungan ini disebabkan oleh banyaknya nilai patriarkat dalam Islam yang disenangi oleh perempuan di wilayah tersebut.

Di wilayah Karibia, nilai patriarkat telah lama ditinggalkan oleh penduduk dan digantikan dengan gerakan feminis ataupun nilai modern Amerika. Meski terkesan konservatif, kata Hadad, justru Islam bisa memenangkan hati para Muslimah. "Nilai konservatif tersebut membuat mereka nyaman. Sebaliknya, pemikiran feminis malah meninggalkan mereka. Mereka nyaman menjadi seorang istri atau ibu bagi anak-anak mereka," katanya.

Para mualaf di wilayah ini kebanyakan adalah mantan pemeluk Katolik ataupun Kristen yang taat. "Ketaatan terhadap agama lama mereka malah membuat mereka berbalik kepada Islam," ujar Imam Shamsi Ali, salah seorang penggiat Pusat Kebudayaan Islam New York. Hal yang sama juga diungkapkan salah seorang pendiri Organisasi Dakwah Amerika Latin, Samantha Sanchez. Dari studi yang dilakukannya, dia menemukan bahwa banyak warga Karibia yang berpindah agama bukan karena desakan, melainkan atas hasil kesadaran atau penemuan mereka sendiri. "Berdasarkan keyakinan spiritualitasnya sendiri,'' Sanchez menandaskan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement