Selasa 20 Jun 2017 10:49 WIB

KPK Tegaskan tak Lecehkan DPR

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Andri Saubani
 Wakil Ketua KPK Laode M Syarif.
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M. Syarif mengatakan KPK tidak mempunyai maksud untuk melecehkan lembaga negara seperti DPR RI. Lembaga antirasuah itu cuma mengutip beberapa pasal dalam UU 17/2014 tentang MD3 dan UU 30/2002 tentang KPK.

Demikian disampaikan Laode menanggapi anggota Pansus Angket KPK yang menyatakan penolakan KPK menghadirkan Miryam S. Haryani ke rapat pansus bisa membahayakan hubungan kedua institusi tersebut. Menurut anggota pansus, sikap penolakan KPK itu perlu disikapi secara hukum karena menunjukkan arogansi. "KPK tidak pernah bermaksud melecehkan lembaga DPR yang terhormat. KPK hanya mengutip bebebrapa pasal UU MD3 dan UU KPK," kata dia, Selasa (20/6).

Laode juga memaparkan, KPK mengingatkan tindakan pemanggilan terhadap tersangka atau tahanan KPK masih dalam proses pemeriksaan, bisa diartikan sebagai tindakan menghalang-halangi proses hukum (obstruction of justice). Sebab, menurut dia, proses hukum tidak boleh dibawa ke ranah politik. "Proses hukum tidak boleh dicampur-adukan dengan proses politik yang proses dan substansinya dinilai mayoritas pakar hukum tata negara dan hukum administrasi negara sebagai cacat hukum," tutur dia.

Sebelumnya Juru Bicara KPK Febri Diansyah menuturkan KPK tidak bisa menghadirkan tersangka pemberian keterangan palsu dalam sidang kasus KTP-el, Miryam S. Haryani ke rapat Pansus Angket KPK di DPR.  Alasannya, karena Miryam masih dalam proses penahanan di KPK dan sedang dalam proses hukum penyidikan. "Dan (perkaranya) akan segera dilimpahkan ke pengadilan," kata dia.

Febri memaparkan, KPK memang telah menerima surat permintaan dari DPR untuk menghadirkan Miryam ke rapat Pansus Angket KPK. Namun, pada Senin (19/6), KPK membalas surat DPR itu dengan menyatakan penolakan atas permintaan DPR itu.

Dalam surat yang KPK terima dari DPR, lanjut Febri, tidak tercantum adanya keputusan DPR tentang pembentukan Pansus Angket. Surat tersebut hanya menyampaikan soal permintaan untuk menghadirkan Miryam ke rapat Pansus Angket.

Berdasarkan UU MD3 dan tatib DPR RI, tambah Febri, Pansus Angket itu dibentuk melalui keputusan DPR, lalu disampaikan dalam bentuk Berita Negara ke Presiden RI. Hingga saat ini, KPK belum menerima keputusan DPR terkait pembentukan pansus angket yang disampaikan melalui Berita Negara. "Yang pasti kami belum menerima itu, jadi kita sampaikan soal itu (tidak adanya keputusan DPR dalam Berita Negara) di surat yang hari ini kita antar ke DPR," kata dia pada Senin (19/6) kemarin.

Selain itu, Febri menjelaskan, ada klausul yang sangat tegas dalam UU 30/2002 tentang KPK yang perlu dipatuhi. Klausul tersebut terkait KPK sebagai lembaga independen. Kekuasaan manapun, lanjut dia, tidak bisa mempengaruhi penanganan perkara di KPK.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement