Kamis 22 Jun 2017 17:25 WIB

Jaksa Minta Majelis Hakim Abaikan Pencabutan BAP Miryam

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Andri Saubani
 Tersangka pemberi keterangan palsu dalam sidang kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2012, Miryam S Haryani, memasuki kendaraan tahanan seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (17/5).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Tersangka pemberi keterangan palsu dalam sidang kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2012, Miryam S Haryani, memasuki kendaraan tahanan seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (17/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta kepada majelis hakim persidangan kasus proyek pengadaan KTP-elektonik (KTP-el) untuk tidak mempertimbangkan pencabutan berita acara pemeriksaan (BAP) oleh Miryam S. Haryani, mantan anggota komisi II DPR RI. Permintaan itu disampaikan JPU saat membacakan tuntutan terhadap terdakawa Irman dan Sugiharto.

Tim JPU pun sama sekali tidak menjadikan pencabutan BAP oleh Miryam itu sebagai pertimbangan dalam tuntutan terhadap terdakwa Irman dan Sugiharto. "Meskipun Miryam Haryani mencabut seluruh keterangannya dalam BAP namun penuntut umum sama sekali tidak mempertimbangkan pencabutan BAP itu," kata Jaksa Riniyati Karnasih, saat membacakan pertimbangan dalam tuntutan terhadap Irman dan Sugiharto, di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta, Kamis (22/6).

Ada beberapa hal yang mendasari tim JPU sehingga meminta majelis hakim untuk mengesampingkan pencabutan BAP Miryam. Pertama, menurut JPU, pencabutan BAP yang dilakukan Miryam dalam persidangan itu tanpa didasari dengan alasan yang sah dan logis.

Kedua, pemeriksaan perkara pidana pada tahap persidangan punya tujuan untuk menemukan kebenaran material. Karena itu, tiap orang yang menjadi saksi atau terdakwa bebas memberikan keterangan tapi tidak berarti bebas memberikan kebohongan.

"Maka, wajar bagi pembentuk UU, mengkualifikasikan pemberian keterangan bohong sebagai tindak pidana. Berdasarkan itu juga, penuntut umum memohon agar majelis hakim juga tidak mempertimbangkan pencabutan BAP oleh Miryam Haryani," ujar Riniyati.

Ketiga, alasan Miryam mencabut BAP yakni karena menerima tekanan dari penyidik, itu telah terbantahkan dengan keterangan saksi dari tiga penyidik KPK. Ketiganya adalah Ambharta Damanik, Muhamad Irwan Susanto, dan Novel Baswedan. "Juga ada barang bukti berupa video rekaman pemeriksaan Miryam dan tulisan tangan Miryam, yang berisi tentang keterangan Miryam soal perbuatan mendistribusikan uang ke anggota komisi II DPR RI," jelas jaksa Riniyati.

Alasan keempat, keterangan Miryam bertentangan saksi Diah Anggraini yang pernah menjabat sebagai sekretaris jenderal Kemendagri saat proyek KTP-el berlangsung. Selain saksi Diah, saksi lain seperti Yosep Sumartono dan keterangan para terdakwa yang menyatakan bahwa Miryam telah menerima uang dari Sugiharto terkait dengan KTP-el, sebesar 1,2 juta dolar AS.

Kelima, menurut tim jaksa, pencabutan BAP oleh Miryam diduga karena adanya arahan dari pihak-pihak lain yang berkepentingan dalam perkara a quo. Ini diperkuat dengan telah ditemukannya bukti yang cukup atas perbuatan Markus Nari, mantan anggota komisi II DPR, yang menggerakan Miryam untuk mencabut seluruh keterangannya dalam BAP. "Karena itu, pada 30 Mei 2017, menetapakan Markus Nari sebagai tersangka dalam tindak pidana menghalang-halangi jalannya penuntutan dan pemeriksaan sidang pengadilan, yakni menggerakan Miryam Haryani untuk mencabut BAP-nya," kata dia.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement