REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintah Amerika Serikat (AS) meluncurkan langkah-langkah terbaru untuk meningkatkan keamanan penerbangan yang memasuki negara tersebut. Salah satunya adalah meneruskan larangan membawa perangkat elektronik dalam kabin pesawat.
Aturan ini untuk pertama kali diberlakukan AS pada Maret lalu. Dalam ketentuan, perangkat elektronik dengan ukuran yang lebih besar dari ponsel, seperti laptop dan tablet tidak diperbolehkan dibawa ke dalam kabin pesawat untuk sejumlah maskapai penerbangan yang membuka rute dari negara-negara di Timur Tengah dan Afrika.
Departemen Keamanan Dalam Negeri AS mengatakan aturan ditetapkan untuk menghindari ancaman terorisme. Departemen khawatir upaya kelompok teroris yang mungkin menyelundupkan bahan peledak dan menyembunyikannya melalui perangkat elektronik.
Seluruh perangkat elektronik itu hanya dapat dibawa di dalam bagasi pesawat. Sementara, ponsel dan alat kesehatan berteknologi masih diperkenankan untuk diletakkan di kabin. diperbolehkan untuk dibawa. Namun, larangan perangkat elektronik dalam kabin pesawat sebelumnya disebut tidak lagi diperluas oleh AS.
Dalam langkah terbaru ini, aturan itu disebut akan disempurnakan sebagaimana mestinya dan berlaku untuk penerbangan dari setidaknya 105 negara. Seluruh maskapai penerbangan yang hendak memasuki AS diberi waktu hingga 120 hari ke depan untuk mematuhi ketentuan tersebut.
Jika tidak dipatuhi, maka AS dapat menolak penerbangan itu memasuki wilayah negaranya. Menteri Keamanan Dalam Negeri AS John Kelly mengatakan diperlukan berbagai metode baru untuk mencegah kejahatan, khususnya terkait terorisme. Ia juga menilai banyak pelaku kejahatan yang terus berupaya menemukan metode baru untuk menyamarkan alat peledak.
"Jangan salah, musuh AS saat ini terus berusaha untuk menemukan metode baru untuk membawa alat peledak hingga membajak pesawat. Kami tida bisa terus bermain-main dengan ini," ujar Kelly, dilansir BBC, Kamis (29/6).
Langkah baru larangan perangkat elektronik dalam pesawat ini menurut Kelly dapat terus ditingkatkan. Meski belum secara jelas bagaimana prosedur operasional aturan ditetapkan, namun dipastikan aturan menjangkau 280 bandara dan 180 maskapai penerbangan.
Selain AS, Inggris juga telah memberlakukan larangan perangkat elektronik pesawat pada Maret lalu. Meski saat ini menjadi lebih longgar, namun ada kemungkinan negara itu dapat kembali mengikuti langkah AS dalam memperketat ketentuan.
Sebelumnya, seorang pakar keamanan dari Asosiasi Pilot British Airlin, Stevel Landells mengatakan terdapat risiko dari aturan tersebut. Diantaranya adalah perangkat yang memiliki baterai lithium seperti laptop berpotensi lebih mudah terbakar jika disimpan dalam bagasi pesawat.
"Lalu ada resiko kebakaran jika perangkat ini rusak dan tentu akan sangat buruk karena ketika benda tersebut disimpan dalam bagasi yang tak mudah terpantau," ujar Landells. Ia menjelaskan, jika diletakkan di kabin, awak pesawat dapat lebih mudah untuk melakukan tindakan pencegahan. Kebakaran dapat terlihat lebih awal, sebelum menyebar dengan cepat.