REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Syamsuddin Alimsyah menyatakan, hingga saat ini partai politik cenderung sangat tertutup dalam informasi keuangan. Partai politik hanya bersedia diaudit keuangannya yang hanya bersumber dari pemerintah, sementara dana operasional lain yang mencapai 90 persen enggan diaudit.
Syamsuddin menambahkan, walaupun selama ini partai politik mengklaim sebagai organisasi terbuka dalam merekrut kader, namun faktanya dalam mengelola keuangan seolah menjadi organisasi perseorangan. "Parpol yang sejatinya diposisikan sebagai organisasi publik malah cenderung sangat tertutup dalam hal perekrutan ataupun keuangan," ucap Syamsuddin melalui siaran pers pada Republika.co.id, Rabu (5/7).
Untuk kenaikan dana bantuan partai politik, lanjut dia, sebenarnya Kopel hanya merekomendasikan kenaikan sekitar 15 hingga 20 persen, kenaikan tersebut bertujuan agar publik melalui negara bisa memaksa parpol untuk mengaudit keuangannya secara terbuka. Lalu, jika ada partai yang ditemukan menerima dan terlibat praktik pencucian uang maka bisa direkomendasikan untuk dibubarkan saja.
"Harapannya juga ke depan partai-partai peserta pemilu yang hasil keuangannya tidak sehat sejatinya tidak boleh menjadi peserta pemilu," tambah dia.
Menurut Syamsuddin, parpol yang diuntungkan dengan penambahan tersebut sesungguhnya adalah semua partai yang lolos dan mendapatkan kursi di DPR. Namun, jumlahnya berbeda karena dihitung berdasarkan suara sah, yakni PDIP, Golkar, Gerindra dan lain-lain.