REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Nusa Tenggara Barat (NTB) menyebutkan kasus penelantaran bayi di NTB meningkat setiap tahunnya. Sepanjang sepanjang 2015 hingga 2016, kasus penelantaran bayi di NTB mencapai 30 kasus hingga 40 kasus.
Koordinator Divisi Hukum dan Advokasi LPA NTB Joko Jumadi mengatakan, penelantaran bayi ada yang sengaja ditinggalkan usai bersalin di tempat bersalin, kasus bayi hidup yang sengaja di buang dan berhasil ditemukan, hingga kasus anak atau perempuan yang melahirkan akibat aib dan tak ingin diketahui aibnya. "Trennya memang terus mengalami peningkatan. Sebagian besar diduga hasil hubungan gelap," ujar Joko di Mataram, NTB, Kamis (6/7).
Baru-baru ini, lanjut Joko, terjadi kasus penelantaran bayi. Dalam dua bulan terakhir, kasus penelantaran bayi tercatat sebanyak enam bayi yang baru lahir ditinggalkan orangtuanya. "Kasus terbaru ditemukan awal pekan ini di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Mataram. Bayi berjenis kelamin laki-laki ditinggal oleh ibunya usai bersalin," ucapnya.
Joko mengungkapkan, kasus ini diketahui berkat laporan dari RSUD Kota Mataram pada Rabu (5/7). Bayi dengan identitas ibu berinisial SR (34), warga Lombok Timur, diduga sengaja ditinggal begitu saja, dua hari usai bersalin.
Joko menambahkan, LPA NTB membawa bayi tersebut dan dititipkan di shelter penampungan Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) Panti Sosial Paramitha Mataram serta melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian Polres Mataram.
Kepala Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) Panti Paramitha Mataram Agnes Rosalia mengatakan, jumlah bayi yang sengaja dibuang orangtuanya yang ditangani di RPSA Panti Paramitha tercatat sebanyak enam bayi sepanjang dua bulan terakhir. Namun, angka ini bertambah jika digabung dengan anak yang menjadi korban kekerasan seksual sehingga menjadi 11 bayi.
"Sejak 2012 kasus serupa sering terjadi di NTB, baik di Lombok dan Sumbawa, dengan rata-rata kasus mencapai 30 hingga 40 kasus setiap tahunnya," ujar Agnes.
Agnes menerangkan, bayi-bayi yang terlantar akan ditampung dan diasuh di RPSA Panti Paramitha selama tiga hingga enam bulan. RPSA Panti Paramitha, lanjut Agnes, berupaya agar para bayi tersebut bisa diambil kembali oleh keluarganya, atau mempersilakan masyarakat yang bertanggungjawab dan ingin mengadopsi bayi tersebut.
Kepala Dinas Sosial NTB Ahsanul Khalik mengaku, prihatin atas terjadinya kasus penelantaran bayi di NTB. Ahsanul menegaskan, kasus tersebut menjadi perhatian serius bagi pemerintah provinsi NTB melalui Dinas Sosial untuk terus menekan kasus-kasus seperti itu.